Kasus Keracunan MBG, DPR RI Minta Evaluasi Total
Soreang: Kasus dugaan keracunan makanan kembali terjadi di Kabupaten Bandung Barat, usai para siswa mengonsumsi menu program Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa 14 Oktober 2025.
![]() |
| Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal saat memberikan keterangan kepada wartawan terkait kasus keracunan MBG |
Peristiwa ini menimpa ratusan siswa SMP Negeri 1 Cisarua yang mengalami gejala seperti pusing, mual, sakit perut, hingga muntah beberapa jam setelah menyantap hidangan MBG sekitar pukul 12.05 WIB.
Berdasarkan informasi, makanan tersebut dipasok oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kampung Panyandaan, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua. Dugaan sementara, keracunan terjadi akibat pelanggaran standar operasional prosedur (SOP) dalam pengolahan maupun penyimpanan bahan makanan.
Menanggapi peristiwa itu, Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyatakan pihaknya akan melakukan pengawasan ketat dan meminta evaluasi total terhadap pelaksanaan program MBG. Ia menegaskan bahwa kasus berulang seperti ini menunjukkan lemahnya penerapan SOP di lapangan.
“Kalau SOP dilanggar, higien dan sanitasi tidak dijaga dengan baik, apalagi bahan baku tidak disiapkan sesuai standar, maka kejadian seperti ini akan terus berulang,” kata Cucun saat bersua wartawan di Soreang, Selasa (14/10/2025) petang.
Ia juga meminta Badan Gizi Nasional (BGN) agar memperketat pengawasan dan menutup sementara dapur penyedia MBG yang terindikasi melanggar aturan. Menurutnya, sebelum kembali beroperasi, setiap SPPG harus menjalani proses verifikasi dan menandatangani fakta integritas baru.
“Kalau sudah kejadian seperti ini, BGN harus tutup dulu dapur yang bersangkutan. Perbaiki dulu, baru boleh buka setelah diverifikasi. Kalau tidak bisa menjalankan SOP dengan baik, ganti saja dengan yang baru,” tegasnya.
Lebih lanjut, politisi senior PKB itu menilai, perlu adanya sistem digital untuk memantau proses pengadaan dan pengolahan bahan makanan. Ia mengusulkan agar BGN membangun aplikasi yang dapat memantau bahan baku yang akan digunakan setiap SPPG, termasuk durasi penyimpanan bahan basah seperti daging dan ikan.
“Bisa jadi makanan sudah terpapar bakteri karena terlalu lama disimpan. Kalau ada aplikasi, bahan yang mau dimasak bisa diunggah dan dicek dulu,” ujarnya.
Cucun juga menyarankan agar pelaksana program MBG belajar dari pondok pesantren. Disana menurut Cucun, selama puluhan tahun mampu mengelola makanan untuk ribuan santri tanpa sering terjadi kasus keracunan.(*)

