Langkah ini diambil menyusul penurunan alokasi dana Transfer ke Daerah (TKD) tahun 2026 sebesar Rp2,45 triliun.
Dedi menyatakan, meski dana pusat berkurang signifikan, Pemprov Jabar tetap berkomitmen mempercepat pembangunan infrastruktur di berbagai sektor tanpa mengandalkan skema pinjaman.
“Meskipun saya ditawari untuk mendapatkan pinjaman, saya menolak. Karena saya ingin tetap membangun dengan menggunakan dana yang dimiliki di Provinsi Jawa Barat, meskipun dananya mengalami pengurangan,” ujar Dedi, Senin (13/10/2025).
Menurutnya, pembangunan infrastruktur menjadi kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dukungan terhadap sektor transportasi, energi, dan konektivitas digital dinilai mampu membuka peluang investasi serta menciptakan lapangan kerja baru.
“Pertumbuhan ekonomi akan tumbuh manakala infrastrukturnya dibangun. Investasi akan tumbuh manakala pemerintah menyiapkan jaringan infrastruktur,” ucapnya.
Dedi menegaskan, percepatan pembangunan tetap harus dilakukan secara efisien. Pemerintah provinsi memilih memangkas belanja yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat, termasuk belanja birokrasi yang dinilai tidak produktif.
“Gubernur dan seluruh pejabat serta ASN-nya berpuasa dari berbagai kepentingan yang tidak ada relevan dengan kepentingan masyarakat,” katanya.
Ia menambahkan, efisiensi anggaran lebih produktif dibanding mencari sumber pendapatan baru yang berpotensi membebani warga.
“Saya tidak memilih mencari pendapatan baru yang membebani masyarakat. Saya lebih memilih melakukan efisiensi terhadap belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” ujarnya.
Meski begitu, Dedi tidak menutup kemungkinan penggunaan pinjaman daerah selama berada dalam batas kemampuan fiskal dan tidak menimbulkan risiko terhadap keuangan daerah.
“Pinjam boleh, tapi terukur. Tidak boleh kita membuat pinjaman melebihi keuangan yang kita miliki tiap bulan,” tandasnya.(*)

