Pakistan Tuding India Dalangi Bom Bunuh Diri Islamabad
Karawang : Presiden Pakistan Muhammad Shehbaz Sharif secara terang-terangan menuduh India berada di balik kelompok-kelompok Islamis Afghanistan yang menurutnya melancarkan bom bunuh diri mematikan di sebuah gedung pengadilan di Islamabad dan serangan di sebuah perguruan tinggi kadet di Wana.(12/11/25).
![]() |
| Petugas pemadam kebakaran memadamkan api di sebuah mobil di lokasi ledakan bunuh diri di Islamabad selasa 11/11. (Foto : AFP) |
Tuduhan keras ini berisiko memperbarui ketegangan antara dua negara bersenjata nuklir di Asia Selatan tersebut.
Dalam pernyataan yang dibagikan oleh pemerintah Pakistan yang aslinya dalam bahasa Urdu Presiden Sharif mendesak komunitas internasional untuk bertindak.
"Telah tiba saatnya bagi dunia untuk mengutuk konspirasi jahat seperti itu oleh India," kata Sharif dalam pernyataannya yang di kutip Newsweek.
"Kedua serangan tersebut adalah contoh terburuk terorisme negara India di kawasan ini."
Serangan hari Selasa (11/11) di luar gerbang pengadilan distrik di Islamabad menewaskan sedikitnya 12 orang dan melukai 27 orang lainnya ketika seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan bahan peledak di samping mobil polisi. Serangan ini kemudian diklaim oleh Jamaat-ul-Ahrar, faksi sempalan Taliban Pakistan, menurut Associated Press.
Pada malam sebelumnya, kelompok militan juga melancarkan upaya serangan di Wana, Khyber Pakhtunkhwa, dengan menargetkan perguruan tinggi yang dikelola militer dan menyebabkan beberapa orang tewas dan terluka.
Sharif menyalahkan kelompok-kelompok yang diduga bertindak dalam kolusi dengan India atas kedua serangan tersebut.
Konteks Ketegangan Regional yang Rumit
Tuduhan dari Islamabad ini datang saat Pakistan juga menghadapi bentrokan baru dengan Afghanistan yang dikuasai Taliban di sepanjang perbatasan bersama mereka. Pakistan menuduh Kabul menampung militan yang terlibat dalam serangan di wilayah Pakistan.
Meskipun Pakistan dan Afghanistan telah menyepakati gencatan senjata segera pada 18 Oktober, yang ditengahi di Doha, negosiasi lanjutan yang dimediasi oleh Turki di Istanbul dilaporkan telah menemui jalan buntu.
Menteri Pertahanan Pakistan bahkan sempat memperingatkan bahwa Islamabad dapat mempertimbangkan "perang terbuka" dengan Kabul jika pembicaraan tersebut gagal.
Sementara itu, secara terpisah, terjadi ledakan bom mobil mematikan di ibu kota India, New Delhi, pada hari Senin (10/11), sehari sebelum serangan Islamabad. Ledakan di dekat Benteng Merah yang bersejarah itu menewaskan sedikitnya delapan orang dan melukai lebih dari selusin lainnya.
Meskipun para pejabat India belum secara terbuka menyalahkan Pakistan, pihak berwenang mencurigai kelompok Islamis yang berbasis di Kashmir terlibat dalam serangan New Delhi, yang kini sedang diselidiki di bawah undang-undang anti-teror India, menurut Associated Press.
India dan Pakistan secara rutin saling menuduh mendalangi aksi teror di wilayah masing-masing, dan kedua belah pihak menyangkal tuduhan tersebut. Hubungan kedua negara sempat memburuk setelah perang singkat pada tahun 2025 menyusul pembantaian turis India di Pahalgam.
Reaksi Para Pejabat
Menteri Pertahanan Pakistan, Khawaja Mohammad Asif, menulis di X (sebelumnya Twitter) pada hari Selasa, menegaskan bahwa negara itu berada dalam keadaan perang.
"Kami berada dalam keadaan perang. Siapa pun yang berpikir Tentara Pakistan hanya memerangi perang ini di daerah perbatasan Afghanistan-Pakistan atau di wilayah terpencil Balochistan harus menganggap serangan bunuh diri hari ini di Pengadilan Distrik Islamabad sebagai seruan untuk bertindak ini adalah perang untuk seluruh Pakistan, di mana Angkatan Darat melakukan pengorbanan harian dan memberikan rasa aman kepada rakyat," tulis Asif dalam bahasa Urdu.
Di pihak India, Perdana Menteri Narendra Modi mengutuk serangan New Delhi dan menjanjikan keadilan.
"Saya meyakinkan semua orang bahwa badan investigasi kami akan mengungkap konspirasi ini. Siapa pun yang bertanggung jawab untuk ini tidak akan dilepaskan dengan cara apa pun," kata Modi dalam pernyataan di X pada hari Selasa, diterjemahkan dari bahasa Hindi.
Juru bicara pemerintah Afghanistan, Zabiullah Mujahid, juga dikutip oleh Associated Press pada hari Minggu.
"Afghanistan [tidak] menginginkan rasa tidak aman di kawasan itu, dan memasuki perang bukanlah pilihan pertama kami," tetapi ia mencatat bahwa "jika perang pecah, kami punya hak untuk membela diri kami sendiri."
Peningkatan ketegangan antara Pakistan, Afghanistan, dan India ini berisiko memicu siklus serangan dan pembalasan di kawasan yang sudah bergejolak.(*)

