Dalam sejarah pembinaan masjid Agung Karwang,ada 3 unsur yang melakukan pembinaan.dalam arti memimpin peribadahan,pemeliharaan dan pengembangan.Bangunan masjid yaitu, para Ulama,tokoh masyarakat,para jemaah dan,para Bupati.Adipati Singanperbangsa yang menjabat sebagai Bupati Karawang pertama antara tahun 1633-1677 M.semula,Ia berkantor di daerah Udug-udug.Kemudian karena berbagai pertimbangan,beliau memindahkan pelabuhan Karawang.
Pilihan
tersebut tentu karena di tempat ini telah ada pasar,ada masjid Agung,dan sarana penunjang lain.termasuk pelabuhan itu sendiri yang memperlancar kegiatan lalu lintas perdagangan, pemerintah, dan sebagainya. Oleh karena itu,di dekat masjid Agung di bangun antara lain; alun-alun yang ditanami 2 pohon beringin dibagian kanan kirinya, kantor dan pendopo kebupaten, kantor keamanan dan,tempat tahanan.Sehingga lingkungan pendopo kabupaten itu,mencerminkan seuatu kegiatan pemerintah yang menjunjung aspirasi masyarakat yang demokratis,pemerintah memelihara budi pekerti rakyatnya,agar selain taat kepada pemerintah,juga
taat kepada Allah dan Rosulnya.

Untuk meningkatkan budi pekerti warga masyarakat maka,Bupati Adipati Singaperbangsa memperindah bangunan masjid dan direnovasi diselaraskan dengan kantor / pendopo kabupaten yang baru dibangun.Menurut Dra. Eny Suhaeny dan Drs. Tugiyono KS dalam bukunya,"Sejarah terbentuknya Kabupaten Karawang" halaman 22, Drs Uka Tjandrasasmita menyebutkan bahwa,Mesjid Agung Karawang menggunakan model, bentuk dan kontruksi pasak yang sama modelnya dengan masjid Demak, meskipun besar bangunannya tidak sama.

Penataan suatu kantor kabupaten dengan memasukan unsur Alun-alun dan,masji serta kantor-kantor pendukung lainnya.Adalah sejalan dengan sistem pemerintahan kesultanan Islam pada masa itu,dan atas gagasan Sunan Kali Jaga,salah seorang anggota Wali Songgo yang menjadi penasehat kesultanan Islam pertama di Bintoroatau Demak.

Sebagaimana dimaklumi bahwa Bupati Karawang pada waktu itu, merupakan bawahan dari Sulatan Agung yang bertekad untuk mempersatukan kerajaan-kerajaan di Pulau Jawa dan sekitarnya,di mana Karawang dipersiapkan sebagai pusat penyerangan tentara Mataram terhadap kedudukan tentara VOC atau, Kompeni di Batavia,serta Karawang juga harus menjadi lumbung padi ,yaitu sebagai pusat logistik dari peperangan tersebut.

Hampir selama 44 tahun Adipati Singaperbangsa melaksanakan tugas pemerintahannya dengan memfungsikan masjid Agung sebagai tempat beribadah dan memotivasi masyarakat agar berperan serta dalam menunaikan tugas-tugas kenegaraannya.Setelah Adipati Singaperbangsa meninggal dunia yang dimakamkan di Manggung jaya tahun 1677 M,Tga Bupati penerusnya tidak berkantor di Babakan Kartayasa, melainkan berkantor di daerah Pangkalan.yaitu ; Raden Anom Wirasuta atau Panatayda I yang menjabat Bupati antara Tahun 1677 - 1721 M,berkantor di Waru dekat Loji,dan Radeb Martanegara atau Panatayuda III menjabat antara tahun 1732 - 1752 M yang berkantor di Waru Pangkalan.

Rupanya Masjid Agung yang telah direnovasi oleh Adipati Singaperbangsa,tidak lagi diadakan penambahan,di masa pemerintahan Bupati Karawang II,III,dan IV.Pada masa Bupati V yaitu Raden Muhamad Soleh atau Panatayuda IV,Kantor bupati dipindahkan kembali ke Babakan kertayasa.Bupati V ini memerintah antara tahun 1752 - 1786 M,dikenal sebagai Dalem Balon.Rupanya Bupati ini,mendapat kehormatan "naik nalon". Dari pemerintahan Kolonial Belanda.

Pada waktu itu,hal tersebut jarang terjadi.Ia termasuk pembina Masjid Agung, dan waktu meninggal dunia,beliau dimakam kan dekat Masjid ini,tahun 1993 atas persetujuan para sesepuh dan beberapa waktu berjalan,kerangka jenazahnya dipindahkan,lalu dimakamkan kembali dikomplek makam Bupati Karawang di Desa Manggung Jaya Cilamaya.

Sejak masa Bupati Karawang VI sampai Bupati Karawang IX yakni antara tahun 1786 - 1827.tidak ada petunjuk dilakukannya perbaikan yang berarti,apalagi perluasan bangunan dan sebagainya.Sebab sejak tahun 1827 para Bupati Karawang IX sampai bupati XXI, atas kebijakan pemerintahan Kolonial Belanda tidak lagi berkantor di kota Karawang,melainkan ke Wanayasa Purwakarta.

Sehingga dapat dipahami,apabila para Bupati yang berkedudukan di Wanayasa Purwakarta perhatiannya kurang terhadap pembinaan Masjid Agung secara langsung,kemunginan dipercayakan kepada wedana atau camat yang bertugas di kota Karawang.

Setelah berlakunya Undang Undang no 14 tahun 1950,tentang pembentukan daerah-daerah Kabupaten dilingkungan Propinsi Jawa Barat,maka kabupaten Karawang terpisah dari kabupaten Purwakarta dan Ibukotanya kembali di Karawang.Sedangkan Bupati Karawang masa itu,dijabat oleh Raden Tohir Mangkudijoyo yang memerintah tahun 1950 - 1959.pada tahun 1950 atas persetujuan para Ulama dan Umat Islam, Mesjid Agung diperluas pada arah bagian depan dengan,bangunan permanen ukuran 13 x 20 m ditambah menara ukuran kecil dan satu Kubah ukuran 3x3 m dengan tinggi 12m.Lalu,atap dari seng.adapun luas tanah mesjd termasuk makam adalah,2.230m.

@berbagai sumber sejarah Karawang.