Komunitas Pendaki Gunung (KPG) Regional Depok yang didukung oleh KPG regional Karawang, KPG regional Bekasi, The Wildlife Photographers Community (WPC), dan tim dari Bara Rimba Karawang melakukan ekspedisi yang bertajuk “SANGGABUANA WILDLIFE EXPEDITION” pada tanggal 15-22 juli 2020. 

Ekspedisi selama 8 hari yang bertujuan mendata dan memetakan persebaran flora-fauna yang ada di kawasan jajaran pegunungan Sanggabuana (1291 m dpl) ini mendapatkan hasil yang mengejutkan.Tim berhasil menemukan berbagai satwa endemik yang masih menghuni kawasan pegunungan Sanggabuana.

Selain mendata hidupan liar yang ada di kawasan Sanggabuana, tim ekspedisi juga melakukan mitigasi bencana, memetakan potensi bencana yang ada di sekitar kawasan satu-satunya gunung yang ada di Kabupaten Karawang ini. Dalam melakukan mitigasi dan memetakan potensi bencana, tim didukung oleh personil yang berkompeten di bidangnya, yang merupakan lulusan Magister Manajemen Bencana. Juga fotografer hidupan liar, tim pemetaan & navigasi darat; tim logistik; tim komunikasi dan pemantauan; tim mountaineering & vertical climbing; kader lingkungan; tim dokumentasi; dan beberapa mashasiswa dari perguruan tinggi yang mengumpulkan data dan informasi sosial pedesaan.

Ekspedisi ini dimulai dari Kampung Tipar yang ada di ujung timur jajaran pegunungan Sanggabuana dan menyusuri sepanjang kawasan hutan sampai ke Puncak Sanggabuana yang berada di ketinggian 1.291 m dpl sampai ke sekitar kawasan Gunung Rungking. Dalam perjalanannya tim ekspedisi berhasil mendata, melakukan perjumpaan langsung, menemukan jejak dan merekam serta mendokumentasikan secara visual beberapa satwa langka yang terdiri dari primata endemik, burung, karnivora besar, dan beberapa mamalia serta serangga. 

Beberapa satwa langka temuan tim “SANGGABUANA WILDLIFE EXPEDITION” diantaranya adalah:

A.   Primata
1.       Owa Jawa (Hylobates moloch)
2.       Surili (Presbytis comata)
3.       Lutung Jawa (Trachypitecus auratus)
4.       Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

B.    Burung
1.       Rangkong Julang Emas (Rhyticeros undulatus)
2.       Elang Jawa (Nisaetus bartelsi)
3.       Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus)
4.       Puyuh Gonggong Jawa (Arborophila javanica),
5.       Ayam Hutan Hijau (Gallus varius)
6.       Raja Udang (Alcedinidae)
7.       Takur Tohtor (Psilopogon armilaris)
8.       Takur Bututut (Psilopogon corvinus)
9.       Kipasan Bukit (Rhipidura euryura)
10.   Wergan Jawa (Alcippe pyrrhoptera)
11.   Tepus Pipi Perak (Cyanoderma melanothorax)
12.   Burung Ayam-Ayam/Ruak-Ruak (Gallicrex cinerea)
13.   Kutilang Jawa (Pycnonotus aurigaster)
14.   Prenjak Jawa (Prinia familiaris)

C.    Karnivora Besar
1.       Macan Tutul/Macan Kumbang (Panthera pardus melas)

D.   Serangga
1.       Kupu-Kupu Raja (Troides amphrysus)

E.    Mamalia Dan Binatang Lain
1.       Babi Hutan (Sus scrofa)
2.       Rusa (Cervus timorensis)
3.       Tupai/Bajing (Tupaia javanica)

Temuan satwa ini oleh tim ekspedisi dicatat koordinatnya ketika ditemukan, juga akan dipetakan persebaran dan daerah jelajahnya. Selain perjumpaan langsung, beberapa jejak, seperti jejak macan kumbang berupa cakaran tanah, tapak, urine dan sisa bulu dipetakan dan dibawa spesimennya. Jejak-jejak ini ditemukan hampir di sepanjang punggungan gunung dan puncak pegunungan Sanggabuana.Di salah satu punggungan hutan, ketika tim sedang melakukan pemantauan di daerah lintasan primata, seekor babi hutan yang kalangkabut dikejar oleh macan kumbang bahkan hampir menabrak anggota tim. Babi hutan yang terjun dari tebing curam ini selamat, karena sang predator juga melarikan diri ketika melihat manusia. Kedepan tim akan kembali mendokumentasikan temuan ini dengan memasang kamera jebakan (trap camera), untuk mengidentifikasi dan menghitung jumlah populasinya.Selain temuan satwa, yang beberapa merupakan satwa endemik, tim juga menemukan potensi bencana longsor di beberapa titik. Beberapa titik-titik longsor ini sudah dipetakan oleh tim, dicatat koordinatnya, juga skala kerawanan bencananya. Selain itu, tim juga menghitung hulu mata air yang ada di sepanjang jajaran pegunungan Sanggabuana. Dari citra satellite sebelum ekspedisi, tim mendata ada sekitar 157 titik hulu sungai atau mata air, yang hampir 60% nya berada di sisi selatan dan bermuara atau menjadi penyuplai debit air di Waduk Jatiluhur. Sisanya merupakan sumber mata air Citarum. Namun selama ekspedisi, hampir 50% lebih hulu mata air ini mengalami kekeringan, hanya menyisakan bekas aliran sungai kering.

Matinya hulu sungai atau mata air ini merupakan indikasi bahwa hutan di kawasan pegunungan Sanggabuana sudah megalami perubahan dan harus segera dibenahi. Beberapa kali tim mendapati alih fungsi hutan menjadi perkebunan kopi, sengon dan hutan rakyat. Juga banyaknya bekas pohon besar yang ditebang oleh oknum masyarakat. Dilain pihak, beberapa pemburu juga masih didapati masuk hutan untuk memburu satwa langka yang ada di Sanggabuana.

Pada saat ekspedisi, tim “SANGGABUANA WILDLIFE EXPEDITION” berhasil mendapat foto dari masyarakat, sebuah foto macan tutul jawa (Panthera pardus melas) yang mati ditembak pemburu pada pertengahan bulan Mei 2020. Macan tutul, rangkong, puluhan spesies burung, primata dan babi hutan serta rusa saat ini masih merupakan hewan buruan dan banyak diburu oleh masyarakat, baik masyarakat dari sekitar Karawang maupun dari luar Kabupaten Karawang.

Selain temuan satwa, mitigasi bencana, juga mendata mata air, tim juga mendata flora atau tanaman yang ada di kawasan hutan Sanggabuana. Tim ekspedisi fokus kepada beberapa tanaman yang menjadi daya dukung untuk kelangsungan hidup primata, mamalia, dan kupu-kupu raja serta beberapa burung. Beberpa tanaman ini sudah mulai berkurang dan dikawatirkan akan menurun daya dukungnya untuk kelangsungan hidup satwa-satwa langka yang eksotis yang menghuni kawasan pegunungan Sanggabuana.

Dari hasil temuan tim “SANGGABUANA WILDLIFE EXPEDITION” ini, tim berharap peran pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lain seperti PT Perhutani untuk mulai merubah pola pengelolaan kawasan pegunungan Sanggabuana. Salah satunya adalah dengan mengikutsertakan warga dalam pengelolaan berbasis konservasi. Atau merubah status kawasan Gunung Sanggabuana menjadi kawasan konservasi.

Dari semua hasil temuan ini, tim “SANGGABUANA WILDLIFE EXPEDITION” akan menyusun laporan berupa peta kawasan, peta persebaran flora fauna, peta mitigasi bencana, peta mata air, juga peta potensi wisata alam. Harapanannya, hasil temuan tim ini akan dipakai sebagai data awal untuk segera dibentuk tim terpadu yang akan terjun lagi ke kawasan Sanggabuana dengan tim yang terdiri dari personil dengan berbabagi disiplin ilmu. Harapan akhirnya adalah, kawasan pegunungan Sanggabuana bisa dikelola sebagai kawasan konservasi.**rls