Pemulihan ekonomi masa pandemi COVID-19, menjadi fokus pemerintah. Dalam kerangka itu pula, sejumlah langkah nyata sudah dilakukan. Dukungan penuh guna mendongkrak ekonomi itu juga ditunjukkan Bank Indonesia (BI).

Dalam dua bulan terakhir ini, Bank Sentral RI sudah meluncurkan empat kebijakan besar. Ke-4 kebijakan itu untuk memastikan bahwa recovery ekonomi Indonesia bisa terwujud.

Bila berjalan mulus, maka BI memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional di 2021 ini antara 4,3% - 5,3% yoy. Sementara APBN 2021 menetapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 5% yoy.

Untuk itu, sejumlah kebijakan yang mendukung pun diambil. Kebijakan besar BI yang pertama adalah stimulus moneter.

"BI akan memastikan stabilitas nilai tukar rupiah melalui tiga jalur yaitu intervensi terhadap spot, DNDF, dan bonds," kata Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam MNC Group Investor Forum 2021 "Recovery Story after The Big Reset", secara virtual Rabu (3/3/2021).

Selain itu, BI telah pula enam kali menurunkan suku bunga acuan sebesar 150 bps sejak awal tahun 2020. Kini BI7Days Repo Rate telah berada di level 3,50%. "Ini rekor terendah dalam sejarah," ujar Perry.
BI juga telah menginjeksi quantitative easing sebesar Rp761,3 triliun sejak tahun 2020. Jumlah ini sekitar 4,89% dari produk domestik bruto (PDB). Ini merupakan yang terbesar di antara negara-negara berkembang.

Kebijakan kedua adalah relaksasi makro prudential. BI telah menerbitkan ketentuan pelonggaran rasio Loan To Value (LTV) untuk Kredit Properti, rasio Financing To Value (FTV) untuk pembiayaan properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Ketentuan ini diatur melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 23/2/PBI/2021 tentang Perubahan Ketiga atas PBI No. 20/8/PBI/2018 tentang Rasio LTV Untuk Kredit Properti, Rasio FTV untuk Pembiayaan Properti, dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor (PBI LTV/FTV dan Uang Muka). Kebijakan ini telah berlaku sejak 1 Maret 2021.

Kebijakan ketiga adalah mendorong digitalisasi sistem pembayaran. BI menargetkan ada 12 juta merchant yang akan menggunakan sistem pembayaran nasional tahun 2021. BI akan terus mendorong digitalisasi dalam program sosial pemerintah, serta pembayaran jasa transportasi dan operasi fiskal pemerintah.

Adapun kebijakan keempat adalah BI mendorong perkembangan UMKM, ekonomi syariah, pendalaman pasar keuangan. "Tentu dengan berkoordinasi bersama pemerintah dan regulator lain," ujar Perry.

Dukungan Pemerintah di Sektor Properti

Sejumlah kebijakan yang diambil BI, dinilai positif. Relaksasi DP 0% pembelian rumah yang mulai berlaku 1 Maret 2021 misalnya, didukung penuh pemerintah. Yakni, dalam bentuk pemberian insentif pajak. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 21 tahun 2021 terkait pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sektor perumahan.

Sebagaimana diungkap Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, kepada awak pers secara virtual, Senin (1/3/2021), dukungan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) ini diberikan atas penyerahan rumah tapak dan unit harian rumah susun dengan kriteria tertentu.

Beberapa kriteria rumah tapak dan/atau rumah susun yang diberikan fasilitas antara lain memiliki harga jual maksimal Rp5 miliar, diserahkan secara fisik pada periode pemberian insentif, merupakan rumah baru yang diserahkan dalam kondisi siap huni, dan diberikan maksimal satu unit rumah tapak atau unit hunian rumah susun untuk satu orang, serta tidak boleh dijual kembali dalam jangka waktu satu tahun.

Besaran PPN DTP sebesar 650 untuk harga jual rumah tapak dan rumah susun paling tinggi Rp5 miliar, dan 50% untuk harga jual rumah tapak dan rumah susun lebih dari Rp 2 miliar sampai dengan Rp5 miliar.

Ketentuan insentif tersebut berlaku untuk masa pajak Maret 2021 sampai dengan Agustus 2021.

Sebagaimana halnya harapan BI dengan DP 0%, insentif pajak juga bertujuan untuk mendongkrak bisnis properti, khususnya untuk rumah tapak.