Penetapan harga eceran tertinggi (HET) tes PCR oleh pemerintah beberapa waktu lalu berdampak pada emiten laboratorium PT Prodia Widyahusada Tbk. Hal tersebut disampaikan oleh Legal Head & Corsec Prodia Marina Eka Amalia.

Namun begitu, perusahaan dengan kode saham PRDA itu tetap menyediakan pemeriksaan genomik untuk memenuhi permintaan dari masyarakat.

“Tentunya kebijakan tersebut memengaruhi perseroan, namun fokus Prodia dari awal adalah menyediakan pemeriksaan genomik sehingga sesuai dengan tujuan Prodia,” kata Marina, Selasa, 9 November 2021.

Tapi Marina enggan menjelaskan lebih spesifik bagaimana kebijakan itu memengaruhi kinerja keuangan atau operasional perseroan itu. Laporan kinerja perusahaan setelah ketetapan HET itu, kata dia, akan diumumkan lewat public expose pada tanggal 16 November mendatang. “Apabila berkenan, nanti bisa mengikuti public expose,” tuturnya.

Sebelumnya pemerintah telah menetapkan HET layanan tes PCR berkisar Rp 275.000-300.000 pada akhir Oktober 2021 lalu. Namun penetapan HET itu tidak diiringi dengan standardisasi biaya produksi.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah meminta rumah sakit hingga laboratorium swasta untuk mengefisienkan komponen biaya pemeriksaan PCR. Juru Bicara Kemenkes Nadia Tarmizi mengatakan penetapan HET bagi pemeriksaan PCR itu sudah melalui kajian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mencakup biaya bahan baku, operasional, bahan medis habis pakai hingga administratif.

“Ini harus diiringi bagaimana tata kelola dari pemberi pelayanan itu sendiri untuk memilih komponen yang paling efisien dan juga bisnis proses yang dipilih tentunya sangat menentukan ya,” kata Nadia, Selasa, 9 November 2021.

Nadia menjelaskan komponen pembentuk harga pemeriksaan PCR itu meliputi jasa pelayanan, bahan medis habis pakai, bahan baku, listrik hingga modal pembelian mesin. Adapun, seluruh komponen itu sudah dikaji oleh BPKP untuk menetapkan HET yang rasional bagi masyarakat dan penyedia jasa.

“Kita terus melakukan evaluasi terkait harga pemeriksaan PCR sesuai dengan kondisi yang ada sehingga masyarakat mendapatkan layanan sesuai dengan harga yang wajar,” tutur Nadia.

Melansir berita dari laman Tempo, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) sebelumnya telah berkirim surat ke Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menetapkan standar harga dan mutu bahan medis habis pakai. Hal ini dilakukan seiring kebijakan harga eceran tertinggi atau HET Tes PCR.

Permintaan standarisasi harga dan mutu bahan medis habis pakai itu di antaranya menyasar pada reagen kit, viral transport medium (VTM), alat pelindung diri (APD) dan kebutuhan langsung atau tidak langsung penanganan pandemi Covid-19. Pengaturan harga bahan medis habis pakai itu diharapkan bakal turut membuat harga tes PCR untuk bisa ditekan lagi.(***)