Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama tengah melakukan pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dan blockchain dalam layanan sertifikasi halal. Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham mengatakan, upaya tersebut dalam rangka meningkatkan kualitas layanan.

Foto ilustrasi

"BPJPH berupaya menghadirkan layanan halal sebaik mungkin melalui transformasi digital yang tentu berbasis data dan teknologi informasi. Untuk itu kami berikhtiar mengeksplorasi pemanfaatan teknologi blockchain dan Artificial Intelligence," kata Muhammad Aqil Irham dalam Focus Group Discussion (FGD) terkait pengelolaan data layanan halal di Jakarta, Senin (25/4/2022).

"Tujuannya tentu agar kami dapat mengoptimalkan potensi-potensi teknologi tersebut guna meningkatkan layanan halal yang mendorong percepatan sertifikasi halal melalui 10 juta produk bersertifikat halal," lanjutnya.

Aqil Irham menjelaskan, cakupan penyelenggaraan JPH sangat luas. Proses bisnisnya juga melibatkan multi-stakeholder, penerima layanan dalam jumlah yang sangat besar, dan jangkauan global. Kondisi itu membutuhkan strategi upaya, kreatif dan inovatif, serta sikap terbuka untuk bersinergi dan bersumbangsih dengan berbagai pihak.

"Untuk itu, dalam FGD ini kami hadirkan para ahlinya untuk berkreasi dengan para pegawai. Kita libatkan juga program mahasiswa magang di BPJPH," jelasnya.

"Dalam mentransformasikan layanan, kita perlu loncatan strategi. Bukan lagi secara manual atau semi otomatis, namun digitalisasi yang memanfaatkan teknologi maju seperti AI, blockchain, big data, dan sebagainya," jelasnya.

Hal senada disampaikan Peneliti Halal Center IPB dan OTAK (Blockchain, Robotic, Artificial Intelligence Networks) Yandra Arkeman. Menurutnya, transformasi digital dengan teknologi canggih sangat tepat untuk dikembangkan BPJPH. "Transformasi digital untuk BPJPH perlu dikembangkan. Transformasi digital juga menjadi penekanan kata kunci forum G20," kata Yandra.

Pemanfaatan AI dan blockchain, lanjut Yandra, dapat dikembangkan dalam mendukung layanan BPJPH. Target sertifikasi 10 juta produk halal di tahun 2022 tentu membutuhkan data UMK yang valid dan memadai.

"Solusinya adalah melakukan sertifikasi halal secara masif dan cepat. Ini akan lebih mudah dengan memanfaatkan teknologi digital yang maju seperti AI dan blockchain, agar tidak terjadi hambatan (kendala)," imbuh peneliti yang sering melakukan riset di bidang AI, robotik, dan jaringan itu .

FGD membahas beberapa isu terkait layanan sertifikasi halal. Diantaranya, kebijakan pengelolaan data layanan halal, mekanisme verifikasi dan validasi data pelaku usaha, penggunaan Big Data untuk pengambilan keputusan strategi, hingga standardisasi audit sertifikasi berbasis Teknologi Buatan dan Sistem Berbasis Blockchain.

Selain Yandra Arkeman, hadir sebagai narasumber, dosen Universitas Paramadina Mahmud Syaltout. Hadir juga Koordinator Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi Chuzaemi Abidin, serta para Subkoordinator bidang Data, Sistem Informasi & Humas, dan Perencanaan BPJPH.

Hasil FGD akan ditindaklanjuti dengan upaya strategi terkait pengelolaan dan pengembangan database layanan halal BPJPH.(TS)