Seiring dengan adanya pelonggaran aktivitas masyarakat serta dibukanya kembali pariwisata pascapandemi, Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mulai menyoroti aturan kebijakan wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan luar negeri yang hendak kembali lagi masuk ke Indonesia. Di sisi lain pelaku perjalanan dalam negeri bebas melenggang dengan hanya cukup tes antigen jika bepergian dengan pesawat.(7/5/22).


Tes PCR

“Ini kok lucu ya? Kita ingin pulang ke Indonesia kok malah disuruh tes PCR lagi, padahal sudah vaksin lengkap juga,” cetus Demer.


Saat berada di Singapura dan hendak mengurus perjalanan pulang, Demer mengaku mendapat kabar untuk melakukan tes PCR terlebih dahulu. Dia terkejut dengan kebijakan tersebut, karena sebelumnya tidak pernah diberitahu bahwa sekembalinya wajib menjalani tes PCR. Bahkan untuk mereka yang sudah vaksin lengkap.

 

Demer berpendapat kebijakan tersebut seperti ‘Indonesia tengah membatasi diri.’ Dari sejumlah syarat masuk Bandara I Gusti Ngurah Rai, tercantum wajib memiliki dokumen hasil tes PCR 2x24 jam dari bandara asal di luar negeri. Kemudian wajib juga tes PCR nagi penumpang yang belum mendapat vaksin covid-19 atau suhu tubuhnya di atas 37,5 derajat celcius. Menurut Demer, jika sudah vaksin lengkap, maka seyogianya kewajiban tes PCR di bandara asal tidak perlu diterapkan.

Tes PCR

 

Jika kemudian penumpang itu hasil tes PCR positif, maka dia harus menginap di Singapura untuk karantina. “Masalahnya ini jadi bisnis untuk Singapura, kita harus (stay) tinggal di Singapura lagi. Ini hotel penuh di Singapura, yang untung mereka, bukan negara kita. Lucu kalau Indonesia justru membatasi diri sendiri, mestinya cukup antigen saja,” tegasnya.

 

Dirinya menilai kebijakan wajib tes PCR tesebut seakan berpunggungan dengan realita ketika pemerintah memercayai booster memberikan kekebalan terhadap virus Covid-19, wajib tes PCR tampak menjadi ironi. “Masuk Singapura tidak dibatasi, cukup antigen, kok malah warga negara Indonesia seperti dibatasi masuk rumah sendiri?” tanya legislator daerah pemilhan (dapil) Bali itu.

 

Demer melihat ada sistem yang harus diperbaiki di Indonesia. Demer menilai jangan sampai kebijakan pemerintah justru merugikan negara sendiri, dan menguntungkan negara lain.  “Jika misalnya ada yang positif PCR, mereka karantina di Singapura, itu devisa masuk ke mana? Singapura yang dapat, Indonesia yang rugi. Saya minta kebijakan ini ditinjau ulang lagi, minimal ada penjelasan komprehensif jika ada warga kita ingin ke luar negeri. Jangan simpang siur seperti ini,” pungkas Demer.

 

Dalam kesempatan berbeda, General Manager Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai, Herry A.Y Sikado membenarkan bahwa masuk Bali memang harus tes PCR 2x24 jam di bandara asal. “Kalau berangkat dari bandara asal (di luar negeri) memang harus PCR. Ini berlaku mulai 5 April lalu. Tapi kalau sudah booster tidak perlu PCR lagi setelah masuk Indonesia,” jelas Herry. (sf)