Pengusaha alas kaki mengusulkan kepada pemerintah untuk menerbitkan regulasi yang megizinkan pengurangan upah pekerja. Para pengusaha mengklaim kondisi industri sangat tertekan akibat pasar ekspor yang menyusut.

Foto ilustrasi

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie mengatakan kebijakan itu akan memberikan bagi industri alas kaki di Tanah Air. Sejauh ini, dia mengklaim terjadi penurunan jam kerja di beberapa pabrik karena anjloknya permintaan.

"Beberapa perusahaan sudah ada yang jam kerjanya tidak sampai 40 jam dalam sepekan. Jam kerja sudah di bawah 40 jam dalam sepekan, yang disusul oleh terjadinya PHK," kata Firman kepada Bisnis, Jumat (11/11/2022).

Menyikapi kondisi tersebut, sambung Firman, diperlukan regulasi yang dapat membantu pelaku industri alas kaki, terutama terkaitpenyesuaian upah pekerja.

"Apapun regulasinya, yang penting kami bisa komunikasikan dengan pekerja dan diterima oleh buyer. Usul itu sudah disampaikan ke Kementerian Ketenagakerjaan [Kemenaker], tapi belum ada respons," kata Firman kepada Bisnis, Jumat (11/11/2022).

Pemangkasan upah serta pengurangan jam kerja, kata Firman, dinilai sebagai sebagai satu-satunya jalan keluar untuk mencegah berlanjutnya tren pemutusan hubungan kerja (PHK) ke depannya.

Sebab, katanya, mengacu kepada aturan ketenagakerjaan yang berlaku saat ini perusahaan hanya memiliki 2 opsi dalam menghadapi memburuknya situasi industri, melakukan PHK atau membayar penuh gaji karyawan.

Aprisindo menyebut terdapat 25.700 pekerja yang sudah di-PHK dalam beberapa bulan terakhir menyusul berkurangnya permintaan negara tujuan ekspor alas kaki di Tanah Air untuk periode November - Desember 2022.

Gelombang PHK tersebut dikhawatirkan oleh Firman berlanjut hingga akhir tahun ini ataupun awal 2023. Retailer ataupun brand di negara tujuan ekspor, tambahnya, masih memiliki stok produk lama yang cukup besar. Dengan demikian, diperkirakan penurunan permintaan yang signifikan akan terjadi pada semester I/2022.

Padahal, kontribusi pasar ekspor terhadap industri alas kaki jauh lebih signifikan dibandingkan dengan pasar domestik. Secara value, Firman mengatakan pasar ekspor memiliki pangsa sebesar 75 persen, sedangkan domestik 25 persen.

"Sebab, produk yang kita ekspor merupakan produk premium. Jadi, secara value produk yang kami ekspor lebih mahal dibandingkan dengan yang di jual di pasar lokal," jelasnya.


Sumber : Bisnis