Berdasarkan kajian Direktorat Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bertajuk “Pengelolaan Keuangan Haji” 2019, terpotret beberapa pos titik rawan korupsi pada penyelenggaraan haji di Indonesia. Salah satu contohnya, mark up biaya akomodasi, penginapan, biaya konsumsi, dan biaya pengawasan haji.

Ini Rekomendasi KPK, Terkait Potensi Korupsi pada Peyelenggaraan Haji

Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, mengatakan KPK merekomendasikan BPKH untuk menginventarisir masalah dengan segera memperbaiki tata kelola dan menutup celah-celah permasalahan di atas. Seperti menyusun standar operasional prosedur (SOP) penyaluran dana kemaslahatan secara bertahap untuk yang bernilai signifikan, serta memperbaiki kinerja investasi dan penempatan dalam rangka peningkatan nilai manfaat.

“Dari seluruh pihak pengelola dana publik (terpenting) adalah masalah etik dan conflict of interest. Kredibilitas ini dilihat publik bagaimana (BPKH) menjalankan baik yang kelihatan maupun yang secara terukur telah dijelaskan,” kata Pahala, Jumat (6/1/2023).

Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah mengucapkan terima kasih kepada KPK karena melalui kajian itu, pihaknya dapat mengetahui pos-pos yang harus diperbaiki. Meskipun begitu, BPKH berkomitmen untuk menjadi lembaga antikorupsi dimana saat ini BPKH telah menggunakan wistleblowing system (WBS).

Terkait permasalahan disparitas harga, Fadlul menjelaskan pihaknya akan berkoordinasi bersama Kemenag dan Komisi VIII DPR RI. Termasuk saat ini, BPKH telah berkoodinasi intensif dengan Kemenag terkait penyelarasan UU untuk menemukan formula terbaik demi pengelolaan dana haji yang optimal.

Di sisi lain, Pemerintah Saudi, menurut Fadlul, pada 2030 memiliki visi meningkatkan kuota jumlah Jemaah haji dunia. Di mana Indonesia sebagai negara muslim terbesar diharapkan oleh Kerajaan Saudi untuk mengambil kuota lebih banyak lagi. Jika terealisasi maka hal ini dapat memangkas masa tunggu Jemaah.

“Pemerintah Saudi ingin meningkatkan kuota Jemaah dari dua juta menjadi lima juta. Tentunya ini menjadi tantangan kita untuk meningkatkan kualitas layanan haji dan tidak akan meningkat jika dananya tidak cukup,” kata Fadlul.

Terkait disparitas tarif, ke depan BPKH dan Kemenag sedang membuat sebuah PT di Saudi untuk berinvestasi seluruh kebutuhan Jemaah haji asal Indonesia. Nantinya PT ini akan masuk ke ruang-ruang seperti pengelolaan penginapan atau logistik makanan yang dibolehkan oleh Saudi sehingga dapat menekan cost haji Jemaah.

“Dengan dukungan KPK, BPKH akan terus lanjut (bekerja) secara produktif meningkatkan kualitas layanan haji,” tutupnya.(jS)