Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito menyatakan pertumbuhan usaha kosmetik di Tanah Air dalam kurun tiga tahun terakhir perlu diimbangi pendampingan serta pengawasan produk secara ketat.
Foto : Kegiatan BPOM

"Saya sangat menekankan pada pengawasan produksi dan distribusi dari Kedeputian Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan, untuk betul-betul mendampingi dunia usaha menaati regulasi yang ada," kata Penny K Lukito saat membuka Forum Pertemuan Nasional Pelaku Usaha Kosmetik di Jakarta, Senin.

Meski kosmetik diklasifikasikan sebagai produk dengan risiko rendah, tapi Penny menilai masih banyak aspek yang berpotensi memberikan risiko terhadap kesehatan konsumen.

BPOM melaporkan hingga saat ini terdapat 76 perkara tindak pidana kejahatan kosmetik dengan nilai jual ekonomi berkisar Rp24 miliar. Pada umumnya modus pelaku mengedarkan produk secara ilegal hingga pemanfaatan bahan baku kimia melampaui ambang batas aman.

Penny mengatakan, separuh dari izin edar produk yang diterbitkan BPOM sepanjang kurun 2020 hingga 2022 adalah produk kosmetik yang dimiliki Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan perusahaan multinasional.

Berdasarkan evaluasi terhadap perkembangan produksi dan peredaran kosmetik, kata Penny, perkuatan pengawasan perlu diarahkan pada usaha kosmetik yang diproduksi berdasarkan kontrak produksi.

Hal itu disebabkan karena banyaknya pelaku usaha berupa perorangan atau badan usaha yang memberikan kontrak produksi kosmetik melalui mekanisme Badan Usaha Pemilik Notifikasi Kosmetik (BUPN) yang kini mencapai 1.772 peserta atau setara 47 persen dari total pemilik izin edar kosmetik di Indonesia.

BUPN merupakan wadah bagi para pengusaha kosmetik yang kini belum dilengkapi dengan fasilitas produksi, sehingga menjalin kerja sama dengan penyedia alat produksi untuk pembuatan produk.

"Walaupun saat ini kegiatan kontrak produksi kosmetik berperan penting dalam perekonomian nasional, potensi ditemukannya produk palsu, mengandung bahan berbahaya, dan tanpa izin edar relatif tinggi," katanya.

Temuan kasus umumnya didapat dari hasil penelusuran via market place atau platform e-commerce serta penindakan langsung di tempat produksi.

Pada acara yang sama, Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan dan Asosiasi Kosmetika Indonesia (PPAK) Solihin mengatakan industri kosmetik di Indonesia berkembang dengan baik meski di saat pandemi COVID-19.

Dimulai pada kurun 2019 sebanyak 760an industri kosmetik, selang setahun kemudian mencapai 913 industri kosmetik, dan kini jumlahnya kembali meningkat mencapai menjadi 1.080 industri kosmetik.

"Sebanyak 800an (pengusaha-Red) di antaranya berdomisili di DKI Jakarta. Hampir 90 persennya UMKM, sedangkan perusahaan multinasional sekitar 10 persen," katanya.

Jenis produk kosmetik yang diedarkan lebih didominasi pelayanan produk kecantikan kulit. Di luar itu terdapat usaha perawatan kesehatan, pembersih, hingga alat kosmetik.

Forum Pertemuan Nasional Pelaku Usaha Kosmetik 2023 merupakan salah satu kegiatan pembinaan bagi pelaku usaha kontrak produksi kosmetik, yang melibatkan UPT BPOM di seluruh Indonesia beserta pemangku kepentingan lainnya.(Ant)