Kenali DAM Haji, Jenis, hingga Wacananya
Denda atau sanksi pelanggaran dalam ibadah haji dikenal dengan istilah DAM (Denda Amalan Manasik). DAM dikenakan kepada jemaah haji yang melakukan pelanggaran terhadap aturan ihram maupun tidak menjalankan kewajiban tertentu selama berhaji.
Saat menjalankan haji dan umrah, jemaah harus menghindari larangan dan menaati aturan agar terhindar dari DAM. Selain karena pelanggaran, DAM juga bisa bersifat wajib, terutama bagi jemaah yang melaksanakan haji dengan metode tamattu'.
Namun, kebanyakan jemaah haji asal Indonesia sulit menghindari DAM karena harus mengambil Haji Tamattu'. Metode Haji Tamattu' sendiri adalah menjalankan umrah terlebih dahulu, kemudian berhaji.
Lebih lagi, DAM dapat dikenakan atas berbagai macam pelanggaran. Misalnya, seperti melanggar larangan ihram, tidak melakukan mabit, atau tidak menyempurnakan wajib haji lainnya.
Akibat dari pelanggaran ini, dapat mewajibkan jemaah untuk membayar denda tertentu. Bentuk DAM pun beragam, yakni mulai dari menyembelih kambing, berpuasa tiga hari saat haji dan tujuh hari setelah pulang.
Tidak hanya itu, bentuk DAM juga dapat dapat beruapa sumbangan makanan untuk orang miskin. Jenis pelanggaran ini pun menentukan bentuk dan besaran DAM yang harus dibayar.
Harga hewan DAM di Arab Saudi bervariasi tergantung lokasi pemotongan. Melalui RPH Adhahi, biayanya sebesar 720 riyal Saudi atau sekitar Rp3.099.600.
Sementara di RPH Al-Ukaisyiyah, biayanya 580 riyal Saudi atau sekitar Rp2.494.000. Biaya besaran DAM dapat berubah tergantung lokasi dan waktu pelaksanaan ibadah haji.
Diketahui, pembayaran DAM biasanya dilakukan di Tanah Suci selama pelaksanaan ibadah haji. Namun, Kementerian Agama (Kemenag) memunculkan wacana agar pembayaran DAM dapat dilakukan di Indonesia.
Wacana pemberlakuan DAM secara resmi di Indonesia dinilai penting untuk memperkuat edukasi jemaah terkait aturan berhaji. Pendistribusian hewan DAM akan dilakukan sesuai ketentuan syariat, dengan melibatkan lembaga resmi dan diawasi pemerintah.(*)
