Hari ini
Cuaca 0oC
Headline News :

Sri Mulyani: Dolar AS Kehilangan Dominasi, Investor Beralih ke Yen Jepang dan Euro

Di tengah ketidakpastian ekonomi global, dolar Amerika Serikat (AS) mulai kehilangan dominasinya sebagai mata uang utama tujuan investasi. 
Foto : Menkeu Sri Mulyani

Kondisi ini terjadi seiring dengan meningkatnya tekanan ekonomi yang dipicu oleh kebijakan perang dagang yang dilancarkan oleh Presiden AS, Donald Trump. Tekanan ini mendorong banyak investor untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar AS dan melirik alternatif lain yang dianggap lebih stabil.

Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, mengungkapkan bahwa ada pergeseran minat investor global terhadap aset safe haven. Dalam hal ini, yen Jepang dan euro Eropa menjadi pilihan utama bagi para pelaku pasar keuangan. 

Berdasarkan data terbaru, Sri Mulyani mencatat bahwa nilai tukar yen Jepang terhadap dolar AS menguat sebesar 9,3% pada tahun berjalan hingga 28 April 2025. Sementara itu, euro juga menguat 9,1% terhadap dolar AS.

"Safe haven, ini adalah sekarang euro dan Jepang. Kita perlu melihat dan menjaga hal ini, meski tidak sepenuhnya imun, namun kita tetap berkomunikasi,"ujar Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Minggu, 11 Mei 2025.

Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkontraksi hingga 4,5% sepanjang tahun ini, dan dolar AS sendiri tercatat mengalami kontraksi sebesar 8,5%. Mata uang China juga mengalami penguatan tipis sebesar 0,1% tahun ini.

Sri Mulyani menjelaskan bahwa tekanan terhadap dolar AS disebabkan oleh ketidakpastian ekonomi yang berasal dari dalam negeri AS itu sendiri. Salah satunya adalah akibat perang dagang yang dimulai oleh Presiden Trump dengan menerapkan tarif resiprokal yang tinggi kepada negara-negara mitra dagang utama. Selain itu, ketegangan antara Presiden Trump dan Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell, turut menciptakan ketidakpastian lebih lanjut.

"Pak Powell itu diberi nama sama Pak Trump sebagai Mr. Too Late, karena dia (Trump) ingin turun suku bunganya supaya ekonominya naik terus,"jelasnya.

Kondisi ini menambah ketidakpastian di pasar keuangan global, di mana hubungan yang tidak harmonis antara eksekutif dan bank sentral AS berdampak pada suku bunga, yield Surat Berharga Negara (SBN), serta penurunan nilai dolar AS.

Performa buruk dolar AS semakin terlihat dengan merosotnya indeks dolar. Indeks dolar AS bahkan tercatat mengalami penurunan terbesar sejak era kepresidenan Donald Trump. Indeks dolar turun 9% sejak Trump dilantik pada 20 Januari 2025 hingga 25 April 2025. Bahkan pada bulan April 2025, indeks dolar jatuh lebih dari 4,5%, yang menjadi penurunan terbesar dalam lebih dari empat dekade.

"Indeks dolar sempat jatuh ke 98,12 pada 21 April 2025, yang merupakan posisi terendahnya dalam tiga tahun terakhir,"imbuhnya.

Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Trump terhadap negara-negara mitra dagang justru mendorong investor untuk mengalihkan dana mereka ke aset yang lebih aman di luar Amerika Serikat. Hal ini melemahkan dolar AS dan menyebabkan penguatan mata uang lain, seperti euro, franc Swiss, dan yen, yang masing-masing tercatat menguat lebih dari 8% terhadap dolar AS sejak Trump kembali menjabat sebagai Presiden pada Januari 2025.

Dengan kondisi ini, investor semakin beralih ke mata uang yang lebih stabil, menjadikan yen Jepang dan euro sebagai pilihan utama dalam menghindari risiko yang ditimbulkan oleh ketidakpastian ekonomi global.(*)

Hide Ads Show Ads