Pemerintah Tegaskan Tidak Boleh Ada Izin Usaha Tambahan di Luar Regulasi
Jakarta : Pemerintah resmi memberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 sebagai upaya memperkuat sistem perizinan berusaha yang lebih sederhana, cepat, dan terintegrasi.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan peraturan ini ditegaskan menjadi satu-satunya acuan resmi dalam proses perizinan, tanpa ruang bagi syarat atau izin tambahan dari kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah.
“Melalui penguatan pengaturan dan sistem yang terintegrasi, PP ini diharapkan mampu menyederhanakan proses, mempercepat layanan, serta memberikan kejelasan dan kepastian bagi seluruh pelaku usaha,” kata Susiwijono, Senin, 30 Juni 2025.
Terdapat tiga hal pokok yang menjadi fokus utama dalam PP 28 Tahun 2025. Pertama, Kepastian Waktu Layanan (SLA). Pemerintah kini menetapkan Service Level Agreement (SLA) yang jelas dalam proses penerbitan perizinan berusaha, mulai dari pendaftaran, penilaian dokumen, hingga verifikasi dan penerbitan. Setiap tahapan diberikan batas waktu tertentu untuk menjamin efisiensi dan kepastian hukum.
Kemudian, yang kedua, Penerapan Fiktif-Positif. Kebijakan fiktif-positif diberlakukan secara bertahap dalam perizinan berbasis risiko. Jika instansi terkait tidak merespons dalam batas waktu SLA, maka sistem secara otomatis akan melanjutkan ke tahapan berikutnya tanpa perlu menunggu keputusan manual.
Ketiga, Kemudahan untuk UMK. PP ini juga memberikan perhatian khusus kepada pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK). Proses perizinan bagi UMK kini dapat dilakukan melalui pernyataan mandiri di sistem Online Single Submission (OSS). Pemerintah juga telah menyempurnakan OSS dengan tiga subsistem baru: Subsistem Persyaratan Dasar, Subsistem Fasilitas Berusaha, dan Subsistem Kemitraan.
“Selain ketiga hal pokok tersebut, kami juga menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2025 ini menjadi acuan tunggal (single reference). Artinya, secara sangat tegas tidak boleh ada persyaratan atau izin tambahan yang diterbitkan oleh kementerian, lembaga, pemerintah daerah, maupun pengelola kawasan yang tidak diatur dalam PP ini,” ujar Susiwijono.
Penerapan PP ini diharapkan mendorong peningkatan iklim investasi dan memperkuat kepastian hukum dalam berusaha di Indonesia.(*)