Polisi Ungkap Sindikat Love Scam, Libatkan Modus Investasi Bodong dan Pekerjaan Fiktif
Jakarta: Kepolisian Daerah Metro Jaya (Polda Metro Jaya) telah membongkar komplotan pelaku kejahatan siber dengan modus penipuan berkedok love scam, penawaran pekerjaan fiktif, serta investasi palsu melalui aplikasi tiruan pada Jumat, 4 Juli 2025.
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi telah menetapkan tiga orang tersangka dan mengidentifikasi sedikitnya 21 korban dengan total kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
Kasubdit Penmas Polda Metro Jaya, AKBP Reonald Simanjuntak menuturkan jika sindikat ini menjalankan tiga modus kejahatan siber secara bersamaan.
“Tiga modus dari tindak pidana cyber dipadukan menjadi satu kejahatan yaitu love scamming, penawaran pekerjaan secara online, dan janji komisi menarik dari investasi palsu yang disetorkan oleh korban,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Direktur Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, menuturkan bahwa para pelaku terlebih dahulu membuat akun palsu di media sosial dengan identitas fiktif berupa publik figur atau orang berwajah menarik.
“Dengan akun tersebut, mereka mendekati korban secara personal dan menjalin komunikasi intens,” ucap Fian.
Setelah korban mulai percaya, pelaku menawarkan pekerjaan daring dengan iming-iming komisi tinggi. Korban kemudian diminta menyetorkan sejumlah uang sebagai deposit awal.
“Komisi pertama memang diberikan untuk memancing kepercayaan korban agar mau menyetor dana lebih besar. Namun setelah dana besar dikirimkan, komisi tidak dapat dicairkan,” kata dia.
Ketika korban mulai menyadari adanya penipuan dan menolak menyetor kembali, pelaku langsung memblokir nomor kontak korban.
“Dalam praktiknya, para pelaku menggunakan aplikasi palsu yang menyerupai platform e-commerce asal Tiongkok. Salah satu aplikasi yang digunakan dalam modus ini adalah aplikasi tiruan bernama Banggood,” imbuhnya.
Kasubdit IV Ditres Siber Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon, menyampaikan bahwa tiga tersangka yang diamankan yakni ORM (36), R (29), dan APD (24).
ORM diketahui sebagai otak operasional, bertugas membuat akun palsu, menyediakan tempat operasional, serta mengatur arus keuangan.
“Tersangka ini pernah berpengalaman sebagai scammer di Kamboja. Sementara itu, tersangka R berperan sebagai customer service palsu yang meyakinkan korban, dan APD turut membuat akun media sosial serta berpura-pura sebagai pengguna lain yang seolah telah mendapatkan keuntungan,” kata Herman.
“Dia (APD) akan berinteraksi dengan pelaku lainnya seolah-olah dia juga customer service, menjelaskan cara kerja investasi di aplikasi palsu tersebut,” terangnya.
Polisi juga masih memburu satu tersangka lainnya berinisial A yang diduga bertanggung jawab dalam pembuatan situs e-commerce palsu yang digunakan dalam tindak kejahatan ini.
Dalam salah satu laporan, korban mengalami kerugian hingga Rp 400 juta. Awalnya korban memang menerima komisi dari dua transaksi awal, namun setelah menyetor dana lebih besar, komunikasi dengan pelaku terputus dan dana tidak dapat ditarik kembali.
“Dari hasil penangkapan, kami telah menyita barang bukti berupa komputer, ponsel, dan sejumlah rekening yang digunakan pelaku dalam menjalankan aksinya,” tambah Herman.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024.
Selain itu, mereka juga dikenai Pasal 3, 4, dan 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
“Kami mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati terhadap penawaran pekerjaan dan investasi yang tidak jelas legalitasnya, khususnya yang disampaikan melalui media sosial,” pungkasnya,(*)