Trump Tetapkan Tarif Baru, Berlaku 1 Agustus
Amerika Serikat:;Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mengumumkan pemerintahannya akan mulai mengirimkan surat kepada mitra dagang, Jumat (4/7/2025).
Surat tersebut berisi pemberitahuan mengenai tarif impor sepihak yang akan berlaku mulai 1 Agustus 2025, dilansir dari The Straits Times.
Menurut Trump, sekitar 10-12 surat akan dikirim pada tanggal tersebut, dan sisanya menyusul beberapa hari berikutnya. Ia menargetkan, seluruh negara mitra telah menerima pemberitahuan sebelum tenggat waktu 9 Juli.
Tarif yang dikenakan akan bervariasi antara 10 hingga 70 persen, tergantung pada negara dan jenis produk. Nilai tertinggi tarif ini melampaui batas maksimal 50 persen yang sebelumnya diumumkan dalam kebijakan 'Hari Pembebasan' awal April.
Trump belum menjelaskan secara rinci negara mana saja yang akan dikenai tarif, atau apakah beberapa produk tertentu akan dikenai tarif yang lebih tinggi. Ia menegaskan, pembayaran tarif akan dimulai pada 1 Agustus.
Trump juga menyatakan, pendapatan dari tarif ini akan mulai mengalir ke kas negara pada hari yang sama. Langkah ini menegaskan ancaman tarif tinggi jika mitra dagang gagal mencapai kesepakatan dengan AS sebelum batas waktu.
Kebijakan ini menunjukkan pendekatan sepihak dalam tekanan perdagangan internasional. Sebelumnya, Trump memberikan masa tenggang selama 90 hari sejak pengumuman awal pada 2 April untuk memungkinkan negosiasi.
Dalam masa tersebut, diberlakukan tarif dasar sebesar 10 persen. Hingga saat ini, kesepakatan telah tercapai dengan Inggris dan Vietnam, serta gencatan tarif dengan Tiongkok.
“Kami punya beberapa kesepakatan lainnya. Tapi anda tahu, kecenderungan saya adalah mengirim surat dan menyatakan tarif yang harus mereka bayar,” kata Trump.
Mengenai kemungkinan perpanjangan tenggat waktu, Trump menegaskan tidak mempertimbangkan penundaan. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan keputusan akhir akan diambil langsung oleh Presiden Trump.
“Kami akan melakukan apa yang diinginkan presiden. Dia yang akan menentukan apakah mereka (negara-negara lain) bernegosiasi dengan itikad baik,” kata Bessent.(*)