Scroll untuk melanjutkan membaca

MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional

Jakarta: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Infokom, Masduki Baidlowi menegaskan pentingnya redefinisi gerakan dakwah di era digital. MUI menilai lembaga keagamaan maupun para juru dakwah tak bisa lagi mengandalkan pola dakwah konvensional.
Foto ilustrasi

Ia mengatakan, pendakwah dituntut menyesuiakan diri. Hal ini perlu, jika pendakwah ingin tetap relevan bagi generasi yang tumbuh dalam kultur serba digital.(15/11/25).

“Audiens umat sekarang sudah berubah, mereka adalah anak muda, Generasi X, milenial, Z, hingga Generasi Alpha. Mereka semuanya digital native, sementara kami kelompok tua yang imigran digital, gap ini harus diatasi MUI,” ujarnya, Jumat (14/11/2025).

Masduki menuturkan, dunia keulamaan kini menghadapi tantangan dominasi algoritma dalam mesin pencarian, media sosial, dan kecerdasan buatan (AI). Menurutnya, otoritas ulama yang selama ini menjadi rujukan umat mulai terdesak sistem digital yang mengatur arus informasi.

“Otoritas ulama itu saat ini sedang terancam. Dan yang mengancam itu adalah algoritma di dalam mesin internet di Google, di AI, dan berbagai platform lainnya,” ujarnya.

Ia mengingatkan, tanpa adaptasi digital yang cepat dan terukur, peran ulama dan ustaz akan semakin tergeser. Peran ustaz bisa tergeser oleh cara kerja algoritma yang menentukan konten apa yang dilihat masyarakat.

Masduki pun menyebut, MUI perlu mengambil langkah strategis untuk menjawab tantangan tersebut. Jika tidak, ia khawatir otoritas ulama makin tersisih di tengah derasnya arus informasi global yang dikendalikan teknologi.

Ia menegaskan, masa depan dakwah dan bimbingan keumatan sangat bergantung pada kemampuan lembaga keagamaan. Terutama guna bertransformasi secara digital tanpa kehilangan nilai keilmuan.

Ia juga menyoroti fenomena echo chamber-ruang gaung digital yang memperkuat informasi tertentu tanpa verifikasi. Masduki menyebut, fenomena ini turut mendorong berkembangnya hoaks dan teori konspirasi di berbagai lapisan masyarakat.

“Begitu kita membaca satu, maka akan datang lima dengan tema yang sama. Makin masif, makin dianggap kebenaran,” ujarnya menggambarkan situasi post-truth, ketika opini diperkuat algoritma bisa menggeser posisi fakta.

Dua isu besar tersebut akan menjadi pembahasan penting dalam rapim menjelang Munas ke-XI MUI pada 20-23 November 2025 di Jakarta. Harapannya, hasil Munas dapat menjadi arah baru transformasi dakwah dan penguatan otoritas keulamaan di tengah tantangan era digital (*).
Baca Juga

Berita YouTube

Berita Terbaru
  • MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional
  • MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional
  • MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional
  • MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional
  • MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional
  • MUI Tegaskan Pendakwah Tak Bisa Lagi Mengandalkan Pola Konvensional
Posting Komentar
Tutup Iklan