“Guru itu perlu perlindungan hukum. Jangan baru disentuh sedikit, siswa lapor ke orang tua, lalu gurunya dipidanakan. Ini banyak terjadi,” ujarnya.
Ia memastikan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional akan memberi payung hukum yang lebih kokoh bagi tenaga pendidik.
Menurut Lalu, guru tetap harus tampil sebagai teladan tegas, disiplin, dan mampu membangun komunikasi yang sehat dengan siswa. Namun perlindungan hukum diperlukan agar guru dapat bekerja profesional tanpa ketakutan.
Ia menyoroti pula program 7 Jurus BK Hebat dari Kemendikdasmen yang sebenarnya dapat menjadi benteng pencegahan perundungan di sekolah.
“Sosialisasinya masif, tetapi praktik di lapangannya belum berjalan optimal. Ini yang perlu didorong,” katanya.
Di sisi lain, Lalu menekankan pentingnya penanganan berbeda antara korban dan pelaku. Ia mencontohkan kasus di SMAN 72 Jakarta, di mana sebagian besar siswa meminta pindah sekolah akibat trauma.
“Korban butuh trauma healing. Itu tidak bisa dilakukan oleh orang yang tidak punya keahlian. Kami mendorong Kemendikdasmen bekerja sama dengan psikolog dan dinas pendidikan,” jelasnya.
Sementara bagi pelaku, ia menilai pembinaan harus menjadi prioritas. Jika ada batasan aturan yang menghambat pemberian sanksi pendidikan, ia meminta semua pihak duduk bersama untuk mencari solusi.
“Aparat penegak hukum, KPAI, semua harus dilibatkan. Kita cari jalan terbaik agar kejadian seperti ini tidak berulang,” ucapnya
Lalu juga menegaskan bahwa pencegahan tidak mungkin berjalan tanpa kehadiran orang tua.
“Pendidikan itu bukan hanya tugas sekolah. Orang tua harus hadir, berkomunikasi, dan jadi benteng pertama anak-anak,” tegasnya.(*)

