![]() |
| Foto : Ekspos penahanan Sekdis Perumahan, Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Kuningan atas dugaan korupsi |
Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol. Hendra Rochman yang didampingi Dirkrimsus Polda Jabar Kombes Pol.Wirdhanto Hadicaksono menjelaskan, kedua tersangka tersebut diduga terlibat korupsi proyek jalan Lingkar Timur Kuningan. Pembangunan tersebut merupakan proyek pada tahun 2017.
Dijelaskan Hendra, pada 2017 itu, ada proyek pembangunan jalan Lingkar Timur Kuningan dengan nilai proyek Rp 29,4 miliar. PT Mulyagiri ditunjuk sebagai penyedia barang/jasa dan dilakukan penandatanganan surat perjanjian atau kontrak antara PT Mulyagiri lewat Direktur Utamanya MRF (almarhum) dengan PPK saat itu adalah AK.
Pada kontrak itu AK menandatangani proyek dengan nilai Rp 27,3 juta dengan masa pelaksanaan pekerjaan selama 150 hari kalender dari 21 Juli 2017 sampai 17 Desember 2017. Selanjutnya, Kombes Hendra menyebut proses pekerjaan pembangunan Lingkar Timur Kuningan dialihkan seluruh pekerjaan ke tersangka BG yang tertuang dalam surat kesepakatan bersama antara BG dengan MRF tertanggal 16 Juni 2017 dan telah dicatat dan didaftarkan ke notaris.
"Tersangka AK ini mengetahui dan tak melakukan peneguran atau tindakan lain terkait pengalihan pekerjaan tersebut. Proyek itu selesai pada 15 Desember 2017 dan sudah diserahterimakan berdasarkan berita acara serah terima pertama dan sudah dilakukan pembayaran 100 persen, sekaligus memasuki masa pemeliharaan selama 365 kalender,"jelas Hendra di Mapolda Jawa Barat Rabu (12/11/2025).
"Kemudian pada 21 Desember 2018 pekerjaan pun selesai masa pemeliharaannya dan sudah diserahterimakan berdasar berita acara serah terima kedua pekerjaan,"tambah dia.
Pada pertengahan Mei 2018, BPK RI perwakilan Jabar melakukan pemeriksaan terhadap proyek itu dengan hasilnya terdapat kelebihan pembayaran senilai Rp 895,9 juta. Adanya temuan BPK itu, Kabid Humas pun menegaskan penyidik unit 1 Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jabar selanjutnya melakukan serangkaian tindakan kepolisian berupa lidik dan sidik.
"Tim penyidik menemukan adanya kerugian keuangan negara Rp 1,2 miliar. PT Mulyagiri pun sudah mengembalikan atas temuan BPK ini sebesar Rp 895,9 juta. Lalu, pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menetapkan kerugian keuangan negara atas proyek tersebut senilai Rp 340 juta sekian," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama Dirkrimsus Polda Jawa Barat Kombes Pol.Wirdhanto Hadicaksono menjelaskan, pihaknya berhasil menyita uang dari para pelaku senilai Rp 240 juta. Uang itu akan dikembalikan ke negara, serta masih ada uang yang belum dipulihkan senilai Rp 100 juta lebih.
"Kasus ini sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum pada 17 Oktober 2025. Tersangka Apep ini saat 2017 menjabat sebagai Kabid Bina Marga. Ada sebanyak 36 saksi yang sudah dimintai keterangannya,"ucap dia.
Tim penyidik menemukan adanya kerugian keuangan negara Rp 1,2 miliar. PT Mulyagiri pun sudah mengembalikan atas temuan BPK ini sebesar Rp 895,9 juta. Lalu, pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menetapkan kerugian keuangan negara atas proyek tersebut senilai Rp 340 juta sekian," katanya.
Polisi pun berhasil menyita uang dari para pelaku senilai Rp 240 juta dan uang itu akan dikembalikan ke negara, serta masih ada uang yang belum dipulihkan senilai Rp 100 juta lebih.
"Kasus ini sudah dinyatakan lengkap oleh jaksa penuntut umum pada 17 Oktober 2025. Tersangka Apep ini saat 2017 menjabat sebagai Kabid Bina Marga. Ada sebanyak 36 saksi yang sudah dimintai keterangannya," katanya.
Ia juga menjelaskan, modus operandi kasus ini ialah tersangka AK selaku penjabat pembuat komitmen atau PPK proyek pembangunan jalan Lingkar Timur Kuningan dengan sengaja tak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai PPK dalam proyek itu. Tersangka AK dinilai membiarkan pelaksana proyek lain yang mengajarkan pembangunan.
"AK ini membiarkan tersangka BG sebagai pengusaha sekaligus pelaksana proyek yang semestinya dikerjakan PT Mulyagiri dengan Dirutnya ialah almarhum MRF. Kedua, tersangka BG melakukan tindakan pinjam perusahaan di mana ada kesepakatan antara BG dengan PT Mulyagiri dan ditandatangani di atas notaris. Padahal, pinjam perusahaan itu tak diperbolehkan," kata Kombes Wirdhanto.
Selanjutnya, modus operandi ketiga ialah Apep sebagai PPK saat itu membiarkan tenaga ahli dan dukungan yang bekerja di lapangan tak sesuai dengan dokumen penawaran, karena pinjam perusahaan .(*)

