Soroti Produk Kosmetik Ilegal, Komisi VII DPR RI Minta Asosiasi Lindungi Industri Lokal
Jakarta : Komisi VII DPR RI menyoroti maraknya peredaran produk kosmetik ilegal yang dinilai merugikan pelaku industri lokal. Dalam rapat dengar pendapat (RDP), Ketua Komisi VII Saleh Partaonan Daulay menegaskan pentingnya langkah konkret asosiasi untuk melindungi industri kosmetika dalam negeri dari gempuran produk tidak berizin.(15/11/25).Menkeu Tegaskan Popok Bayi dan Tisu Basah Belum Akan Dikenakan Cukai
"Produk ilegal ini jangan dianggap sepele. Ini merugikan produsen dalam negeri dan juga berisiko bagi masyarakat. Asosiasi harus bicara di media, harus bersuara di publik. Ini soal perlindungan ekonomi nasional," kata Saleh dalam rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 13 November 2025.
Rapat tersebut turut dihadiri oleh Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita serta sejumlah asosiasi pelaku industri kecil dan menengah, termasuk Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (PERKOSMIKO).
Sekretaris Jenderal PERKOSMIKO, Yana Sukmadewi, menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya menekan peredaran produk ilegal dengan membentuk task force bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Bea Cukai.
"Kami melakukan koordinasi rutin melalui Deputi 4 BPOM dan Direktorat Cegah Tangkal. Namun memang, kewenangan kami terbatas pada advokasi dan pengawasan, belum sampai pada penindakan langsung terhadap pelaku," ujar Yana.
Meski begitu, PERKOSMIKO mengakui bahwa produk kosmetik ilegal, termasuk yang beredar melalui platform online, masih sulit diberantas karena lemahnya pengawasan dan keterbatasan sumber daya.
Menanggapi hal tersebut, Saleh menilai persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Ia mendorong asosiasi untuk lebih aktif membangun komunikasi dengan aparat penegak hukum dan melakukan kampanye publik mengenai bahaya produk kosmetik tanpa izin.
"Kalau asosiasi tidak bersuara, seolah-olah semuanya baik-baik saja. Padahal yang dirugikan bukan hanya pelaku usaha, tapi juga masyarakat yang menggunakan produk berbahaya," tegas Saleh.
RDP tersebut juga membahas berbagai persoalan lain di sektor industri kecil dan menengah, mulai dari biaya sertifikasi tinggi, dumping produk impor, hingga keterbatasan akses pembiayaan.
Namun, isu kosmetik ilegal menjadi salah satu perhatian karena dinilai menyangkut langsung kepercayaan konsumen terhadap produk lokal.
"Kalau kita tidak lindungi industri kosmetik nasional sekarang, maka pasar dalam negeri bisa dikuasai produk ilegal yang tidak jelas asal-usulnya. Ini harus jadi gerakan bersama," ucap Saleh.(*)

