KARAWANG,PELITA ON LINE-.

Apapun kata orang tentang Pendidikan GRATIS,tetapI masih terbukti bahwa, PENDIDIKAN itu merupakan barang mahal dan tidak gratis.Di negara mana pun,baik berkembang maupun maju,pendidikan selalu menjadi barang yang tergolong mewah termasuk Indonesia.

Mendiknas dalam Hal ini mengakui dalam satu wawancara di salah satu statsion televise swasta mengakuinya tentanga permasalahan pendidikan yang ada.Untuk menciptakan pendidikan yang bermutu, diperlukan biaya yang tidak sedikit dan itu masih di anggap wajar.Misalnya saja untuk membangun infrastruktur yang memadai hingga membayar gaji tenaga pengajar yang profesional.Lalu,dan pasti semua instant bertanya bermunculan,siapa yang harus”menanggung mahalnya biaya pendidikan tersebut?.Jawabannya beragam di berbagai Negara termasuk negera kita belum bisa menjawab secara nyata pernyataan ini.

Di beberapa negara maju,sebagian besar biaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah.Dananya diambil dari pajak dengan ketentuan yang cukup tinggi.Hal ini bertujuan untuk menarik minat masyarakatnya untuk bersekolah dan si anak didik termotivasi untuk belajar secara nyaman dan grafik meningakat dalam hasil.di pastikan dampak penduduknya tidak perlu mengeluarkan banyak biaya untuk mendapatkan pendidikan dan anak tanpa beban dalam proses belajar mengajar.Walau pada dasarnya Asalkan ada niat,pasti pendidikan jenjang apa pun dapat dinikmati,namun jujur ini dapat dilakukan HANYA oleh di kalangan tertentu yang berduit.

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh saat mengawali tugasnya,DIA berjanji akan mengurangi terjadinya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah satu dengan daerah lainnya melalui perluasan pelayanan pendidikan, pemerataan program dan kebijakan yang menyentuh hingga pelosok tanah Air.Beberapa persoalan yang merupakan target dari program 100 dia, di antaranya mengupayakan biaya pendidikan dengan harga terjangkau namun bukan gratis, artinya beban biaya pendidikan akan diupayakan seminimal mungkin.Pemerintah akan mengupayakan kesinambungan pendidikan bagi masyarakat agar di setiap jenjang pendidikan hingga pendidikan tinggi mampu dinikmati seluruh masyarakat.jelas M.NUH kala itu.

Namun nyata apa yang ada,semua masih dalam tahap yang penuh dilematis tentang mahalnya pendidikan bagi rakyat Indonesia khususnya di kalangan bawah dan seabregnya permasalahan apalagi setelah melihat gasil UN 2010.Lalu,menurut Anis Baswedahan mengatakan,bahwa saat ini pendidikan sudah tidak lagi menjadi tempat transformasi sosial orang miskin karena mahalnya biaya pendidikan.Orang yang tidak berpendidikan menurunkan anak-anak yang juga tidak berpendidikan, padahal di masa lalu banyak orang tidak berpendidikan menurunkan anak-anak berpendidikan dan hasil pembangunan saat ini merupakan dampak dari investasi pemerintah terhadap pendidikan pada puluhan tahun lalu, demikian pula dampak investasi pemerintah saat ini, bisa dilihat dari kondisi bangsa puluhan tahun yang akan datang.Dia pun menegaskan,ada dua jenis sektor yang tidak boleh dibangun terlalu mewah, yakni pendidikan dan kesehatan,sehingga bisa diakses seluruh rakyat.tapi pendidikan saat ini sudah komersial.Banyak institusi pendidikan yang hanya memikirkan mutu dan hanya mempersilakan kepada mereka yang punya uang,Di masa lalu biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan kualitasnya, tetapi di masa sekarang, orang harus membayar mahal hanya untuk pendidikan yang kurang berkualitas,demikian uraian pendapat Anis.

Beberapa kabupaten dan provinisi di Tanah Air telah melaksanakan pendidikan gratis, antara lain Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Timur, Jawa Barat, dan DKI Jakarta.lalu menjelang akhir masa tugasnya, Mendiknas Bambang Sudibyo mengatakan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, karena program wajib belajar merupakan tanggung jawab negara, namun penyelenggaraan pendidikan dasar gratis perlu diberi batasan yang jelas disesuaikan dengan APBD masing-masing daerah,ujarnya.Sikap Optimistis Depdiknas untuk menyediakan layanan pendidikan gratis memang didukung oleh program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan pada tingkat pendidikan dasar, yakni Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Program BOS mampu menutup biaya pendidikan siswa yang meliputi iuran sekolah, buku pelajaran, biaya ujian akhir, Namun dana BOS tidak diperuntukkan menanggung transportasi, alat tulis dan seragam siswa. Apalagi dengan adanya kenaikan BOS mulai tahun 2009, maka semua SD dan SMP negeri harus membebaskan siswa dari biaya operasional sekolah, kecuali untuk sekolah-sekolah dengan status Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) dan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI).Biaya operasional sekolah (BOS), termasuk BOS buku, per siswa/tahun mengalami peningkatan secara signifikan mulai bulan Januari 2009. Tingkat SD di kota mendapatkan Rp400.000, SD di kabupaten mendapat Rp397.000, SMP di kota Rp575.000, dan Rp570.000 untuk SMP di kabupaten. Selain itu, Pemda juga wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin terbebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebih terhadap siswa yang mampu,demikian yang kita ketahui bersama.

Ketentuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. dikatakan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (pasal 31 ayat 2).UUD 1945 juga mengatur mengenai prioritas pemerintah untuk mengalokasikan sekurang-kurangnya 20 persen anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional (pasal 31 ayat 4).Dengan aturan ini, seharusnya pendidikan di Indonesia dapat berjalan seperti di negara maju.Maksudnya,pendidikan yang mahal dapat menjadi murah. Dengan demikian, dapat terjangkau oleh semua penduduk tanpa terkecuali sehinggaa alhasil seperti pendidikan bermutu dan terjangku seperti pepatah ‘jauh panggang dari api” alias masih angan-angan.

Pendidikan merupakan barang mahal semalah pendidikan kini tidak dapat di hindari menjadi barang yang tergolong mewah.Sejalan dengan peraturan perundang-undangan,setiap guru wajib berkualifikasi S1 atau D4.Untuk mempercepat kualifikasi dan sertifikasi guru.Bagi para guru sendiri,kuliah kembali merupakan perjuangan,baik dari segi biaya dan waktu. Terlebih guru di daerah. Karena itu, banyak guru yang memilih program jarak jauh,.Kita harus akui dengan lapang dada dengan belum siapnya menyambut datangnya pihak asing dalam dunia pendidikan nasional karena mutu pendidikan yang sangat rendah.Dampaknya, sekolah-sekolah lokal terancam tutup atau tidak atau sulit di akuinya.

Peraturan Presiden (Perpres) No 77/2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, membuat kesan pemerintah memberi peluang adanya privatisasi pendidikan bila Perpres itu dan BHP dijalankan (disiapkan penggantinya), maka masih kemungkinan biaya pendidikan cenderung mahal. Konsekuensinya, pendidikan menjadi konsumsi orang yang mampu secara finansial. "Dengan demikan, setiap orang mempunyai hak atas pendidikan dapat dipertanyakan.

Dengan adanya berbagai instrumen peraturan untuk memprivatisasikan pendidikan,seperti Perpres 76 dan 77, pemerintah terkesan kurang serius atau kurang mempunyai niat baik, bila tidak mau dikatakan,melepaskan tanggung jawab negara terhadap dunia pendidikan,sangat Jelas disebutkan dalam amandemen UUD 1945 Pasal 31 ayat 4 bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Lalu,pembenahan kualitas SDM ini memang bukan pekerjaan mudah.Waktu yang dibutuhkan juga tidak akan sebentar.Banyak yang harus dibenahi,tetapi kita harus optimistis karena SDM adalah kunci utama.Kalau sistemnya bagus tetapi SDM-nya jelek percuma. Tetapi kalau SDM-nya bagus walaupun sistemnya kurang bagus bisa lebih baik.harus diakui oleh semua pihak bahwa daya saing Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya di dunia bahkan di Asia Tenggara dan berdasarkan data dari Global Competitiveness Report di tahun 2008 saja untuk Indonesia berada di peringkat 55 sementara di tahun 2005 di peringkat 69.misal jauh di bawah Singapura, Malaysia, Cina, dan Thailand. Singapura berada di peringkat ke-5 sementara Malaysia di peringkat 21 di tahun 2008.

Pekerjaan rumah yang dihadapi pendidikan di Indonesia masih cukup besar DAN KOMLPEK. tidak mungkin mengatur seluruh sistem dengan permasalahan yang kompleks dan besar dalam dunia pendidikan dengan sekejap.

Di Perguruan tinggi juga harus sprint,untuk mengejar ketinggalan secara terus-menerus serta fokus dalam pengembangan penelitian untuk menjawab kebutuhan masyarakat dan membangun reputasi internasional.hasil penelitian yang telah dilakukan beberapa kali terhadap anak didik, diperoleh kesimpulan, pendidikan tidak memberikan tempat untuk kemandirian serta kreativitas siswa.Metode yang digunakan selama ini hanya mengandalkan memori atau daya ingat siswa semata.jadi missal Matematika hanya menghafalkan rumus,seharusnya memecahkan rumus.Bahasa hanya menghafalkan grammer, semestinya conversation.Akibatnya hampir tidak terlihat kegunaan dari pendidikan.orientasi pendidikan harus segera diubah.Sebab pendidikan selama ini hanya mementingkan produk,bukan proses yang sebenarnya jauh lebih penting.Kualitas sumber daya manusia masih menjadi persoalan utama dalam bidang pendidikan di Indonesia,baik di tingkat pendidikan tinggi maupun pendidikan dasar dan menengah.

Dari sekitar 160.000 dosen yang ada di Indonesia, hampir 54 persennya masih belum S-2 dan S-3. Sementara guru, dari 2,7 juta guru, 1,5 juta di antaranya belum S-1.pembenahan kualitas SDM ini memang bukan pekerjaan mudah.Waktu yang dibutuhkan juga tidak akan sebentar.Banyak yang harus dibenahi, tetapi kita harus optimistis dan memualinya dari mana serta kapan ?karena SDM adalah kunci utama./berbagai sumber/red.