Sudah Mendapatkan Dukungan Kader dan Akar Rumput, Jito Siap Maju di Pilkada Karawang 2024
Percaturan perpolitikan di Karawang makin menarik setelah sejumlah partai politik (Parpol,red) membuka pedaftaran untuk Bacakada dan wacakada Pilkada 2024. Peristiwa tersebut pun memantik perhatian warga yang mengikuti perkembangan misal datang dari kalangan petani melenial,(2/5/24).
Saya petani yang terlahir dari seorang petani tulen dan mendapatkan banyak cerita tentang perjuangan kaum Marheanisme. Cerita perjuangan tersebut datang bapak yang bersumber kakek buyut, ucap Tohir, seorang warga Desa Lemahkarya, Kecamatan Tempuran.
Seperti apa dan bagimana semestinya sosok seorang marhaenisme, sambungnya, " Saya melihat dan merasakan pada saat ini sosok marhaeni itu ada pada diri pak Toto Suripto yang merupakan kader PDIP Karwang, ia orangnya sederhana, tegas,pekerja keras dan mencintai rakyat kecil, " Tegas Tohir.
Untuk itu, saya sangat mendukung Pak Toto bisa maju di Pilkada Karawang 2024, semoga ditangannya kedepan Kabupaten Karawang bisa lebih baik dan para petani (kaum Marhaen,red) bisa bangkit kembali dari keterpurukan juga PDIP bisa bangkit serta mengulang kesuksesan seperti masa-masa lalu, ucap Tohir dengan semangat dan terbuka menyatakan mendukungnya untuk pencalonan Toto Suripto dalam Pilkada 2024.
Sementara di lain tempat mantan Ketua DPRD Karawang periode 2014-2019 H. Toto Suripto, SE, SH, MH saat dikonpirmasi sudah banyak dukungan dari para simpatisan, kader juga akar rumput PDIP , ia mengatakan siap mencalonkan diri sebagai bupati ataupun wakil bupati pada Pilkada 2024 bila diusung oleh partainya.
“Prinsipnya kalau partai memerintahkan saya, tentu saya akan berjuang lebih maksimal, terlebih sudah ada dukungan dari para simpatisan, kader dan akar rumput partai,” tegas Toto Suripto.
Toto Suripto yang akrab disapa Jito ini menegaskan, sebagai kader partai, dia akan mematuhi apapun keputusan partai termasuk soal siapa figur-figur yang akan dimajukan partai untuk maju di perhelatan Pilkada Kabupaten Karawang nanti.
Selama lebih lima tahun menjabat sebagai Ketua DPRD, Jito mengaku telah banyak mengenali persoalan-persoalan yang ada di Bumi Pangkal Perjuangan ini termasuk keadaan petani yang sangat perlu rangkulan serius. Karena itu, jika dirinya dipercaya masyarakat menjadi Bupati Karawang, ia akan berusaha maksimal menuntaskan persoalan-persoalan yang mendera masyarakat tanpa melihat golongan atau kasta.
“Untuk program dan strateginya apa dan bagaimana (visi dan misi), ya nanti saya sampaikan terperenci namun mohon maaf apa yang nanti dijelaskan bukan menjual tulisan dalam visi dan misi melainkan rencana yang diniatkan demi Kabupaten Karawang . Dan insya Allah, niat saya mudah-mudahan direstui Allah SWT”, harapnya.
Jito tegaskan Kabupaten Karawang pada saat ini sedang baik-baik saja. “Hanya, ia mengaris bawahi banyak yang harus dibenahi lagi misal hal pertanian dan ketenagakerjaan selain harus dipertegas dan perbanyak reguliasi yang pro rakyat ,” terangnya.
Ke depannya, ia berharap agar Karawang itu betul-betul bisa mandiri dengan menjalankan semua program sesuai kemampuan dan dukungan semua pihak tak terkecuali harus dilibatkan masyarakat terlebih saat mengambil kebijakan wajib pro rakyat kecil .
Diketahui publik Pangkal Perjuangan, Jito yang merupakan mantan Ketua DPRD Kabupaten Karawang ini, tentunya memiliki pengalaman yang cukup banyak, baik terkait tentang kebijakan maupun anggaran Kabupaten Karawang.
Kembali Toto menegaskan tentang niatnya, sebagai kader partai dan manusia, Ini atas dasar panggilan jiwa, dengan niatnya berharap bisa menjadikan Kabupaten Karawang kedepan lebih baik, dan berkeinginan untuk membangun desa menjadi terasa kota (pemerataan,red).
Sekilas info tentang Marhaenime.
Marhaenisme pada esensinya adalah sebuah ideologi perjuangan yang terbentuk dari Sosio Nasionalisme,Sosio Demokrasi dan Ketuhanan Yang Berkebudayaan Bung Karno.
Menurut marhaenisme, agar mandiri secara ekonomi dan terbebas dari eksploitasi pihak lain, tiap orang atau rumah tangga memerlukan faktor produksi atau modal. Wujudnya dapat berupa tanah atau mesin/alat.
Dalam konteks modern, kendaraan, perangkat teknologi informasi, alat dapur dan barang elektronik bisa saja diberdayakan dengan tepat guna sebagai modal atau faktor produksi. Meskipun tidak besar, kepemilikan modal sendiri ini perlu untuk menjamin kemandirian orang atau rumahtangga itu dalam perekonomian.
Berbeda dengan kapitalisme, modal dalam marhaenisme bukanlah untuk ditimbun atau dilipatgandakan, melainkan diolah untuk mencukupi kebutuhan hidup dan menghasilkan surplus.
Petani menanam untuk mencukupi makan keluarganya sendiri, barulah menjual surplus atau kelebihannya ke pasar.
Penjahit, pengrajin atau buruh memproduksi barang yang kelak sebagian akan dipakainya sendiri, walau selebihnya tentu dijual.
Idealnya, syarat kecukupan-sendiri ini harus dipenuhi lebih dulu sebelum melayani pasar.
Ini artinya ketika buruh, pengrajin atau petani memproduksi barang yang tak akan dikonsumsinya sendiri, ia cuma bertindak sebagai faktor produksi bagi pihak lain,yang menjadikannya rawan untuk didikte oleh pasar atau dieksploitasi.
Secara agregat (keseluruhan) dalam sistem ekonomi marhaenisme, barang yang tidak/belum diperlukan tidak akan diproduksi, sebab setiap orang/rumahtangga tentu memastikan dulu profil dan taraf kebutuhannya sendiri sebelum membuat apapun.
Inovasi kelahiran produk baru akan terjadi manakala kebutuhannya sudah konkret betul.
Cara ini mendorong tercapainya efisiensi, sekaligus mencegah pemborosan sumber daya serta sikap konsumtif.
Dan karena hanya difungsikan sekadar menghasilkan surplus, modal yang tersedia juga mustahil ditimbun atau diselewengkan untuk menindas tumbuh-kembangnya perekonomian pihak lain.
Marhaenisme yang dimaksud Soekarno bisa dibandingkan dengan formulasi pendekatan teori kewirausahaan yang baru diperkenalkan pada tahun 70-an oleh David McCleland yaitu hampir 50 tahun kemudian.
Bedanya, jika McCleland lebih menekankan opsi pada upaya penanaman virus N.ach (Need for Achievement) atau kehendak untuk maju dari kalangan rakyat atau pengusaha kecil, sehingga notabene didominasi oleh pendekatan fungsional, maka pendekatan Soekarno atas marhaen (petani dan pedagang kecil), justru bersifat struktural, yaitu melalui penanaman sikap progresif revolusioner.
Dalam pidato di depan Sidang PBB, 30 September 1960, Sukarno tegas menyatakan, bahwa Pancasila (baca: Marhaenisme) pada hakekatnya adalah sublimasi dari Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat) dan Manifesto of Communism dari Uni Soviet.
Artinya Pancasila justru merupakan alternatif ketiga dari kedua kubu yang bertentangan dalam Perang Dingin di antara Blok Barat dengan Blok Timur saat itu. Secara ideologis, pemikiran Soekarno mirip sekali dengan apa yang dirumuskan oleh Anthony Giddens 20 tahun kemudian, sebagai The Third Way.(*)