PELITA KARAWANG ON LINE-.Organisasi pekerja Indonesia di Hong Kong, Indonesian Migrant Workers Union (IMWU), menyatakan, para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) lebih membutuhkan perlindungan yang diwujudkan secara nyata, bukan sekadar rencana penempatan kerja untuk kepentingan devisa.

IMWU juga menyebutkan, pernyataan tersebut merupakan tanggapan terhadap Komite Tetap Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) yang mengatakan, bahwa pemerintah bisa saja mengirimkan hingga 10 juta TKI.

Menurut Ketua IMWU Sringatin, hal demikian sejalan dengan program pemerintah untuk mencapai target devisa Rp125 triliun dengan mengirimkan satu juga orang setiap tahunnya. Selain itu, menurut dia, hal tersebut juga merupakan kepentingan pihak swasta yang diakomodir pemerintah melalui penerbitan Inpres No.3/2006 tentang Perbaikan Iklim Investasi.

"Ini adalah swastanisasi migrasi," kata Sringatin.

Bahkan, lanjutnya, target pengiriman TKI dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri (UU PPTKILN) direncanakan akan direvisi pemerintah, antara lain agar mempermudah syarat pendirian Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI).

Untuk itu, IMWU menuntut agar UU PPTKILN agar dicabut dan diganti dengan UU Perlindungan Buruh Migran Indonesia yang lebih memprioritaskan perlindungan bagi TKI. IMWU juga menegaskan agar dalam membuat UU Perlindungan itu, pemerintah juga harus memberikan panduan dengan meratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.

Sebelumnya, Ketua Komite Tetap Penempatan Tenaga Kerja KADIN, Nurfaizi, dalam seminar tentang TKI yang diselenggarakan oleh Kadin di Jakarta, Rabu (2/6) lalu, mengatakan, Indonesia bisa menempatkan TKI sampai 10 juta orang atau sekitar lima persen dari jumlah penduduknya.

Nurfaizi yang juga Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (APJATI) itu membandingkan dengan Filipina yang telah menempatkan 10 persen dari jumlah penduduknya untuk bekerja di luar negeri. "Hasilnya Filipina meraup devisa hingga 15 miliar dolar AS per tahun dan menjadi penghasil yang terbesar dari seluruh devisa yang dihasilkan oleh pemerintah Filipina," katanya.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, penempatan TKI telah mencapai empat juta orang dan ditargetkan bertambah empat juta orang pada dua tahun mendatang.


DPR RI mendorong pemerintah untuk melakukan diplomasi kepada Malaysia terkait 345 orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang terancam hukuman mati di negeri Jiran. Dewan sendiri akan membantu berbicara dengan parlemen Malaysia untuk melancarkan niat tersebut.

"Oktober nanti saya berangkat ke Malaysia. Mudah-mudahan kalau sesama parlemen lebih mudah," kata Ketua DPR RI Marzuki Ali di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (28/8).

Di sisi lain, DPR juga berharap pemerintah memberikan pengetahuan kepada masyarakat Indonesia yang bekerja di Malaysia. Sebab, banyak sekali pelanggaran yang dilakukan TKI, seperti pemalsuan setifikat keahlian hingga umur.

"Lalu majikannya di sana marah karena merasa tertipu, sehingga memperlakukan mereka secara tidak manusiawi, disiksa. Orang kitanya dendam lalu membunuh, kalau sudah membunuh lalu diproses hukum yang berlaku hukum di Malaysia," jelas Marzuki.

Karena itu, Marzuki meminta agar Indonesia sendiri menghormati hukum di Malaysia. Terlebih negeri Jiran tidak mengenal pelanggaran Hak Asasi Manusia akibat hukuman mati. "345 orang dibanding jumlah orang Indonesia di Malaysia, itu relatif kecil," kata Marzuki.

DPR, lanjut Marzuki, menyarankan agar pemerintah melakukan moratorium (pemberhentian sementara) pengiriman TKI di Malaysia. Pemerintah bisa mengirimkan tenaga kerjanya kepada negara lain yang lebih baik./sumber:metrotv