Sebagai perpanjangan dari pemberlaksanaan UU ITE dan upaya untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, Polri mendirikan divisi khusus yang dikenal dengan istilah Polisi Siber atau Polisi Virtual ( Virtual Police )

Meski pendirian divisi ini sempat memancing kontroversi karena dianggap dapat merenggut kebebasan warganet untuk berpendapat, divisi ini pun akhirnya tetap didirikan dan sudah mulai beroperasi.

Untuk lebih memperkenalkan Polisi Siber kepada masyarakat, Polri pun merilis informasi mengenai mekanisme kerja divisi tersebut.

Dikutip berita dari pmjnews.com, berikut mekanisme kerja dari Polisi Siber yang bertugas di media sosial.

1. Penemuan unggahan

Polisi menemukan unggahan tulisan/gambar yang berpotensi melanggar pasal pidana.

2. Penyimpanan bukti

Petugas menggunakan fitur tangkapan layar (screenshot) untuk menyimpan unggahan sebagai bukti.

3. Berkonsultasi dengan ahli

Polisi Siber berkonsultasi dengan tim ahli yang terdiri ahli pidana, ahli bahasa dan ahli Informasi serta Transaksi Elektronik (ITE).

4. Pengajuan pidana

Bila dinyatakan bahwa unggahan mengandung unsur pelanggaran pidana, kasus diajukan kepada Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri.

5. Peringatan

Peringatan dilayangkan kepada pemilik akun yang bersangkutan.

6. Penjagaan privasi

Peringatan dikirim melalui pesan langsung ( direct message ) agar pemilik akun tidak merasa terhina.

7. Penghapusan unggahan

Pemilik akun diminta oleh petugas untuk menghapus unggahan dalam kurun waktu 1x24 jam.

8. Peringatan terakhir

Pemilik akun diberi dua kali peringatan. Bila pemilik akun tetap tidak menghapus unggahannya, pemilik akun akan dipanggil untuk klarifikasi.

9. Penindakan

Pemilik akun ditetapkan sebagai tersangka dan akan ditindaki sebagai pelanggar UU ITE.

Itulah sembilan tahap mekanisme kerja Polisi Siber yang dipublikasikan kepada masyarakat luas, khususnya bagi yang cukup aktif di dunia maya.***

Sumber: PMJ News