Headline
---

Kesaksian Perawat Wisma Atlet Dipecat Usai Tuntut Insentif

Fentia Budiman baru saja bangun dari tidur singkat saat mendapati layar telepon selularnya diberondong panggilan telepon dari sejumlah kontak yang ia kenal di Rumah Sakit Darurat Covid-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran.

Dari sejumlah nomor itu, salah satunya Koordinator Humas Wisma Atlet, RSDC Wisma Atlet Letkol TNI Laut M. Arifin.

Waktu masih menunjukkan pukul 07.00 WIB pagi, Jumat (7/5). Ia baru dua jam tidur usai pulang dari dinas di Wisma Atlet pukul 03.00 WIB dini hari. Ponsel Fenti kembali berdering, kali ini datang dari Kepala Tim Perawat yang memintanya untuk segera datang ke Wisma Atlet.

"Pengen rapat sama kamu. Sama Kobra. Kobra kan sebutan untuk Letkol Arifin, Humas RSDC," ucap Fenti menirukan suara di ujung telepon kepada CNNIndonesia.com.

Fenti pun bergegas ke Wisma Atlet. Di sana dia didudukkan selama lima jam dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 13.00 WIB. Di ruangan Komite Etik Wisma Atlet, Fenti diinterogasi oleh polisi yang bertugas di rumah sakit tersebut.

Petugas meminta Fenti membatalkan rencana konferensi pers kepada awak media yang dijadwalkan sore hari, pukul 15.00 WIB. Konpers itu tak lain dari upaya Fenti bersama Jaringan Tenaga Kesehatan Indonesia (Jarnakes) menyuarakan sekaligus menuntut insentif yang macet selama beberapa bulan terakhir.

Menurut mereka, konpers tersebut telah melangkahi wewenang dan tak mewakili Wisma Atlet. Oleh karena itu harus dibatalkan.

"Tidak boleh. Kamu harus hapus link itu. Kalau tidak kamu tahu akibatnya, fatal," ujar Fenti menirukan petugas yang menginterogasinya.

Tak hanya mengancam, kata Fenti, petugas bahkan sempat berniat melaporkannya dengan tuduhan melanggar UU ITE. Meski akhirnya laporan tersebut tak sampai dilakukan, Fenti diminta menandatangani sebuah surat pernyataan untuk membatalkan konpers.

"Kalau sampai aku mau nyebarin link zoom dan membuat siaran pers, aku dapat konsekuensinya. Tapi aku itu diinterogasi selama 5 jam, dari jam 8.00 WIB -13.00 WIB. Dibentak-bentak," kata dia.

Keesokan harinya, Sabtu (8/5), dua petugas Wisma Atlet mendatangi kediaman Fenti di Jakarta Selatan untuk meminta kartu identitas atau id Fenti. Ia ingat, dua petugas tersebut masing-masing polisi berpangkat Brigadir dua (Bripda) dan TNI berpangkat Sersan Kepala (Serka) berpakaian bebas.

"Mereka datang masih pagi. Jam 07.00 WIB. Pokoknya masih pagi," katanya. Dia tak bisa bicara banyak saat itu.

Fenti lantas meminta kejelasan status dirinya pada Senin (10/5). Ia menghubungi bagian sekretariat dan meminta kembali id-nya yang dirampas tanpa prosedur.

Pertanyaan itu ia sampaikan mengingat dirinya masih mendapat sejumlah tugas seperti membantu vaksinasi dan menjadi instruktur di salah satu kegiatan dengan dokter.

Namun di hari itu, semua tugas-tugas Fenti mendadak dicabut. Ia lalu diminta datang ke ruang sekretariat, untuk mengambil surat purna tugas sebagai perawat di Wisma Atlet.

"Jadi aku turun, aku ambil surat. Dibaik-baikin gitu. Ini surat-suratnya sudah selesai. Jadi sudah dipurnakan," katanya.

Syahdan, Fenti pun resmi diberhentikan pada Senin (10/5). "Saya sudah tidak lagi bekerja sejak 10 Mei kemarin," kata Fenti.

Fenti diberhentikan lewat Surat Perintah Nomor Sprin/4370/V/2021/RSDCWA yang ditandatangani dr. Asnominanda selaku Koordinator RSDC Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta.

Fenti dipecat tiga hari setelah rencana konpers 'dibatalkan' petugas. Konpers itu sedianya memaparkan data hasil temuan di berbagai daerah.

Di Wisma Atlet misalnya, Fenti mengaku mengantongi data sekitar 400 nakes belum menerima insentif selama lima bulan dari Desember-April. Ia menilai pemerintah telah mengabaikan hak nakes selama pandemi, meski telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021.

"Saya merasa ada sesuatu yang timpang ketika kami bekerja, dan pemerintah tidak melihat hak kami. Buktinya dengan mengabaikan lima bulan tunggakan kami," katanya.

Fenti adalah salah satu perawat pelaksana di divisi rawat inap. Ia resmi bertugas sejak 24 Maret 2020 bersamaan dengan dibukanya RSD Wisma Atlet untuk menangani pasien Covid-19. Di sana, ia bersentuhan langsung pada pasien Covid-19 yang menjalani perawatan.

Sebagai perawat di Wisma Atlet, insentif yang didapat Fenti menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4239/2021, adalah Rp7,5 juta. Jumlah itu di bawah dokter spesialis sebesar Rp15 juta, dokter umum Rp10 juta. Namun di atas petugas medis selain ketiganya, sebesar Rp5 juta.

Hari itu, saat ia resmi keluar, Fenti mengaku senang karena masih menerima kabar baik. Sejumlah perawat yang turut mengantar Fenti keluar mengabari bahwa insentif telah mereka terima. Begitu pula dengan dirinya.

"Ada kabar baik lain yang teman-teman nakes saya terima, yang temen nakes lain dicairkan, dari Januari, ada yang terima Februari," katanya.

"Mereka kayak bersolidaritas karena memang aku keluar dengan cara tidak bagus. Terus akhirnya mereka 'Kak Fen, kami udah terima. Kami menyesal Kak Fen keluar'," tirunya.

Usai dibebastugaskan, Fenti mengaku akan tetap bekerja sebagai perawat, meski tak tahu di mana. Ia juga berkomitmen akan terus mengawal nakes yang masih belum menerima insentif atas pekerjaannya. Menurut dia, masih banyak nakes yang mengalami kondisi demikian di sejumlah daerah seperti Manado dan Surabaya.

Terpisah Komandan Lapangan Satgas Covid-19 RSD Wisma Atlet Letkol TNI Laut M. Arifin membantah pihaknya telah memecat Fenti. Menurut dia, pemberhentian terhadap Fenti karena yang bersangkutan telah habis masa kontrak per Sabtu (8/5) lalu, dan tak terkait dengan rencana konpers yang akan dilakukan olehnya.

Arifin berkata, pihak Wisma Atlet memiliki catatan setiap bulan untuk mengevaluasi kinerja nakes. Menurut dia, pemberhentian Fenti selaku perawat di Wisma Atlet murni karena kinerja.

"Kinerja lah. Semua kan berproses. Pas tanggal 8 memang habis. Kan ada surat tugas tiap bulan diperpanjang," kata dia kepada CNNIndonesia.com, Selasa (11/5).

Meski demikian, dia turut menyebut aksi yang dilakukan Fenti telah melangkahi wewenang RSDC untuk menggelar rilis pers. Selain itu, katanya, upaya Fenti menggalang suara sesama nakes seperti cara buruh tak bisa dibenarkan.

Ia menolak menyamakan relawan nakes di Wisma Atlet dengan buruh. Menurut dia, cara-cara itu berbahaya jika terus dilakukan. Menurut Arifin, perawat di masa pandemi adalah pahlawan kemanusiaan. Sejak awal tugas-tugas nakes adalah relawan. Adapun, adanya insentif adalah penghargaan dari pemerintah.

"Jangan selama perjalanan berubah menjadi aktivis jadi kayak buruh, itu bukan tempatnya di sini. Di pabrik Cikarang bukan di rumah sakit darurat," kata Arifin.

"Di sini menolong kemanusiaan. Bahaya sekali, dikondisikan seperti buruh nakes-nakes ini. Karena mereka ada insentif mereka pulang semua," imbuhnya.

Arifin juga memastikan bahwa semua insentif nakes yang sempat terlambat saat ini telah dicairkan. Sedikitnya ada sekitar 2.600 nakes yang bekerja di RSDC Wisma Atlet. Jumlah yang mereka terima, katanya, bervariasi antara Rp13 juta sampai dengan Rp30 juta.

"Sudah semua. Hari ini udah pada ambil semua. Memang sebelum lebaran, kita berproses. Sudah cair," katanya.

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan