BPJS Kesehatan pada dasarnya di apresiasi karena menjadi jaminan setiap masyarakat untuk pengobatan saat di dera sakit, baik di Fasilitas Kesehatan (Faskes 1) maupun rujukan ke Rumah Sakit tipe C. Namun, rencana di masukannya premi BPJs Kesehatan dari anggaran dana transfer desa, diminta sejumlah Kades untuk di evaluasi, utamanya bagi perangkat desa yang sebelumnya sudah terdaftar mandiri dan menunggak bertahun-tahun.
Juhari SH, Kades Karangtanjung Kecamatan Lemahabang.
----------------
Dikatakan Kades Karangtanjung Kecamatan Lemahabang, Juhari SH, ketika BPJS Kesehatan menyasar pada pemerintahan desa, ia apresiasi karena bisa jadi jaminan kesehatan, baik bagi dirinya sebagai Kades maupun perangkat desa lainnya. Namun, yang jadi persoalan adalah ketika BPJs Kesehatan itu menyentuh perangkat desa, kemudian sebelum menjadi perangkat desa mereka sudah terdaftar sebagai BPJS Kesehatan berbayar mandiri, namun saat jadi perngkat desa terdeteksi menunggak bertahun-tahun, masa iya, ini nanti harus di bebankan piutangnya pada anggaran dana transfer desa? Apalagi, BPJs Kesehatan ini include kepesertaannya satu KK, bukan persnonal atau perorangan. 

"Ini yang masih kita khawatirkan, kalau mulai dari nol lagi mah atau tidak menunggak sih gak jadi masalah, ini kalau pesertanya nunggak bertahun-tahun kemudian jadi pegawai desa dibiayai ADD dan atau DBH misalnya, masa iya pemerintah desa yang harus bayar piutang tunggakannya, ini yang masih kita evaluasi jadi kepesertaannya, " ungkap Juhari, Selasa (9/11). 

Kecuali di BPjs Ketenagakerjaan, sebut Juhari, sebab, di jaminan kecelakaan kerja dan Jaminan Hari Tua (JHT) ini lebih terarah peruntukannya dan kepesertaannya. 

"Jadi ini mah masih rasa khawatir saja, coba kalau ada solusi lain harus bagaimana? Antisipasi yang nunggak ini bagaimana? " Ujarnya. (Rd)