Seluruh rangkaian pertermuan Konfrensi Negara Pihak Keempat atau The Fourth Conference of Parties (COP-4) Konvensi Minamata 2021-2022 di Provinsi Bali telah resmi ditutup oleh pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku tuan rumah atau presidensi tahun ini.   

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracuk (Dirjen PSLB3 KLHK) yang juga Presiden COP-4 Konvensi Minamata, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan rangkaian pertemuan pada segmen kedua (COP-4.2 Konvensi Minamata) fokus membahas dua isu substantif, yaitu review dan amendemen lampiran A and B mengenai usul penambahan pengaturan produk mengandung merkuri dan proses industri yang menggunakan merkuri secara bertahap (phasing out) dan Effectiveness Evaluation (EE), atau kerangka menentukan evaluasi pengaturan konvensi dan langkah-langkah mewujudkan tujuan konvensi.

“Hasil utamanya adalah, mengadopsi keputusan terkait amendemen Lampiran A and B, mengenai produk mengandung merkuri dan proses yang menggunakan merkuri dan para negara pihak menyepakati bisnis proses framework pada EE dan akan membentuk suatu scientific body bernama Open-ended Scientific Group (OESG), agar proses EE tetap bisa berjalan meskipun advisory group-nya belum terbentuk,” Dirjen PSLB3 KLHK dalam keterangan resmi yang diterima  terkait penutupan COP-4 Konvensi Minamata tentang Merkuri pada Sabtu (26/3/2022).

Pertemuan itu dihadiri oleh kurang lebih 500 orang peserta yang merupakan perwakilan dari 103 negara pihak Konvensi Minamata, badan-badan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), regional center, International Government Organization  atau Organisasi Internasional Pemerintah (IGO), Organisasi Massa atau Non-Government Organization (NGO), dan media.

Lebih lanjut Rosa Vivien menjelaskan, hasil COP-4 Konvensi Minamata lainnya adalah peluncuran Bali Declaration to combat illegal trade of mercury (Deklarasi Bali) oleh Menteri LHK.

Melalui deklarasi itu, diharapkan isu perdagangan ilegal merkuri dapat menjadi arus utama, untuk mendorong kerjasama di tingkat bilateral, regional, dan multilateral dalam mengatasi perdagangan ilegal Merkuri.

Deklarasi Bali itu, mendapat dukungan tertulis dari beberapa negara seperti Argentina, Perancis, Estonia, Slovenia, Belanda, Belgia, Swedia, Austria, Jerman, Romania, Ceko, dan Finlandia.

Dukungan co-sponsor selama masa penyusunan pun telah diterima dari negara Sierra Leone, Kamerun, Chad, Burkina Faso, Mali, Filipina, dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

“Pemerintah Indonesia menyambut baik dan mengundang semua pihak terkait untuk menindaklanjuti deklarasi ini, termasuk pada COP berikutnya,” katanya.

Pada akhir persidangan,katanya, COP-4.2 mengadopsi beberapa dokumen keputusan, seperti: 1) Election of officers; 2) Artisanal and small-scale gold mining;

3) Mercury releases; 4) Draft guidance on the use of customs codes for monitoring and controlling trade in mercury-added products; 5) Financial resources and mechanism for the Convention; 6) The revised draft guidance for completing the national report format; 7) Program of work and budget for the 2022-2023 biennium; 8) Gender mainstreaming; 9) Capacity-building, technical assistance and technology transfer; 10) Implementation and Compliance Committee; 11) Enhanced cooperation with the Secretariat of the Basel, Rotterdam and Stockholm Conventions; dan 12) Venue and dates of the fifth meeting of the Conference of the Parties.

Kendati demikian, menurutnya terdapat beberapa pending issue (isu tertunda) yang belum disepakati dan akan dibahas kembali di COP-5.

Isu-isu tersebut yakni: Mercury waste: consideration of the relevant thresholds;Indikator Effectiveness Evaluation, Pembentukan Effectiveness Evaluation Group (EEG), dan Kesepakatan jenis barang dan/atau waktu phasing-out produk mengandung merkuri dan proses yang menggunakan merkuri yang belum disepakati.

“Dengan selesainya penyelenggaraan COP-4.2 ini, maka pemerintah Indonesia sukses menjadi tuan rumah,” tuturnya