Headline
---

Wakil Jaksa Agung: 907 Perkara Dihentikan lewat Restoratif Justice

Semenjak diundangkannya Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), dari 999 perkara yang diajukan, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyetujui sebanyak 907 perkara dihentikan penuntutannya dengan mekanisme keadilan restoratif.

Foto : Wakil Jaksa Agung:

Hal itu, diungkapkan Wakil Jaksa Agung RI Sunarta saat mewakili Jaksa Agung RI Burhanuddin ketika menghadiri Rapat Kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Senin (4/4/2022).

"Jumlah tersebut memang tidak sebanding dengan banyaknya perkara pidana yang ada, karena proses penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice tersebut dilakukan secara sangat selektif oleh Kejaksaan dengan dilakukannya gelar perkara yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, namun demikian penyelesaian perkara melalui Restorative Justice tersebut ternyata mendapat respon yang sangat positif dari masyarakat, terbukti dengan banyaknya permintaan agar penyelesaian perkara dilakukan melalui proses penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif,” ujar Wakil Jaksa Agung RI.

Rumah Restorative Justice

Wakil Jaksa Agung mengatakan bahwa Rumah Restorative Justice telah di-launching oleh Jaksa Agung pada 16 Maret 2022.

Menurut dia, pembentukan Rumah Restorative Justice dapat menjadi sarana penyelesaian perkara di luar persidangan (afdoening buiten process) sebagai alternatif solusi memecahkan permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.

“Rumah Restorative Justice tersebut pada hakikatnya juga diharapkan dapat menjadi pemicu untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesamanya yang membutuhkan keadilan, kemaslahatan, namun tetap tidak mengesampingkan kepastian hukum,” kata Sunarta.

Sunarta menjelaskan, dalam pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, terdapat beberapa program strategis yang telah dan akan terus dilaksanakan guna optimalisasi pelaksanaan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Termasuk dalam rangka mengakomodasi ide keseimbangan yang mencakup keseimbangan monodualistik antara kepentingan umum/masyarakat dan kepentingan individu/ perseorangan, keseimbangan antara ide perlindungan/ kepentingan korban dan ide individualisasi pidana, keseimbangan antara unsur/faktor objektif (perbuatan/ lahiriah) dan subjektif (orang batiniah/sikap batin), keseimbangan antara kriteria formal dan materiel, dan keseimbangan antara kepastian hukum, kelenturan/ elastisitas/ fleksibilitas dan keadilan.

Dalam rapat kerja ini, Komite I DPD RI mendukung Kejaksaan RI dalam upaya percepatan penerapan Restorative Justice dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia.

Komite I DPD RI juga mengapresiasi langkah Kejaksaan RI dalam membentuk Rumah Restorative Justice sebagai upaya sosialisasi dan pendekatan ke masyarakat dengan melibatkan DPD RI dalam kegiatan sosialisasi.

Oleh karena itu, Komite I DPD RI mendorong pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Restorative Justice sebagai upaya unifikasi hukum dalam mekanisme penegakan Restorative Justice.(ya)

Baca Juga:
Posting Komentar
Tutup Iklan