Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril, mengatakan masa inkubasi cacar monyet (Monkeypox) biasanya terjadi enam hingga 16 hari, tetapi dapat mencapai lima hingga 21 hari.

foto ilustrasi : Cacar Monyet

Syahril menjelaskan awal gejala yang terjadi pada 1-3 hari yaitu demam tinggi, sakit kepala hebat, limfadenopati atau pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri punggung, nyeri otot, dan lemas.

Pada fase erupsi atau fase paling infeksius terjadinya ruam atau lesi pada kulit biasanya dimulai dari wajah kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Secara bertahap mulai dari bintik merah seperti cacar makulopapula, lepuh berisi cairan bening (blister), lepuh berisi nanah (pustule).

“Kemudian mengeras atau keropeng lalu rontok. Biasanya diperlukan waktu hingga tiga minggu sampai periode lesi tersebut menghilang dan rontok,” kata Syahril.

Upaya pencegahan untuk masyarakat, Syahril mengatakan apabila mengalami gejala demam dan ruam agar segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.

Masyarakat juga diimbau untuk mematuhi protokol kesehatan dengan menghindari kerumunan, mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

WHO menetapkan cacar monyet saat ini menjadi penyakit yang memerlukan perhatian masyarakat global, karena sebagian besar kasus dilaporkan dari pasien yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke negara-negara endemis.

“Sebagian kasus berhubungan dengan adanya keikutsertaan pada pertemuan besar yang dapat meningkatkan risiko kontak baik melalui lesi, cairan tubuh, droplet, dan benda yang terkontaminasi,” kata Syahril.

Hingga saat ini, belum ada laporan kasus cacar monyet (Monkeypox) di Indonesia. Namun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tetap waspada untuk mencegah terjadinya penularan di Indonesia.

“Hingga saat ini belum ada kasus (cacar monyet) yang dilaporkan dari Indonesia. Namun kami tetap waspada dengan situasi dan frekuensi pertanyaan (FAQ) terkait monkeypox yang dapat diunduh melaluihttps://infeksiemerging.kemkes.go.id/,” kata Syahril.

Selain itu, Kemenkes juga menyiapkan surat edaran untuk meningkatkan kewaspadaan di setiap wilayah melalui dinas kesehatan, kantor kesehatan pelabuhan, dan rumah sakit.

Revisi pedoman pencegahan dan pengendalian cacar monyet pun dilakukan untuk menyesuaikan situasi dan informasi baru dari WHO, khususnya mengenai surveilans, tatalaksana klinis, komunikasi risiko, dan pengelolaan laboratorium.

Cacar monyet disebabkan oleh virus human monkeypox (MPXV) orthopoxvirus dari famili poxviridae yang bersifat highlipatogenik atau zoonosis. Virus Ini pertama kali ditemukan pada monyet di 1958, sedangkan kasus pertama pada manusia (anak-anak) terjadi pada 1970.

“Penularan melalui kontak erat dengan hewan atau manusia yang terinfeksi atau benda yang terkontaminasi virus. Penularan dapat melalui darah, air liur, cairan tubuh, Lesi kulit atau cairan pada cacar, kemudian droplet pernapasan,” kata Syahril.(nas)