Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana, kembali menyetujui 12 permohonan penghentian penuntutan perkara berdasarkan keadilan restoratif atau restorative justice.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Fadil Zumhana

"Adapun 12 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, Rabu (21/12/2022).

Alasan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum.

Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun. Kemudian telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka juga telah berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. Proses perdamaian pun dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.

Selanjutnya, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Termasuk pertimbangan sosiologis, dan masyarakat merespon positif.

Adapun 12 berkas perkara yang dihentikan yakni:

1. Tersangka Nuraini Manengke dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penganiayaan.

2. Tersangka Muhdar Ginoga alias Udar dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Tersangka Lendi Makalalag dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

4. Tersangka Kartini Ginoga alias Nenek Eko dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

5. Tersangka Jessica Modeong alias Cika dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

6. Tersangka Irman Palamolo alias Irman dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Penipuan.

7. Tersangka Meidy Lintong alias Putra Lintong alias Mandra dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

8. Tersangka Irvan bin Ipin dari Kejaksaan Negeri Purwakarta yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

9. Tersangka Tarsan bin Rosin dari Kejaksaan Negeri Majalengka yang disangka melanggar Pasal 378 tentang Penipuan atau 372 KUHP tentang Penggelapan.

10. Tersangka Azhar Pasha Bela bin Amirudin dari Kejaksaan Negeri Lebong yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

11. Tersangka Hidayat Firmansyah I Gobel alias Yayat dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Gorontalo yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

12. Tersangka La Ode Muhammad Ardiansyah Pratama alias Ardi bin La Ode Safrin dari Kejaksaan Negeri Buton yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Selanjutnya, JAM Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif.

Hal ini berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.(info)