Kebutuhan akan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, tidak saja untuk periodesasi masa jabatan Kepala Desa, melainkan juga untuk meningkatkan kesejahteraan perangkat desa.

Foto ilustrasi : Perangkat Desa

"Jadi perangkat Desa itu statusnya tidak jelas, PPPK bukan, ASN bukan. Sehingga gaji perangkat desa atau yang disebut dengan siltap atau penghasilan tetap itu hampir semua tidak diterima setiap bulan, itu juga perlu diakomodasi" Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar, dalam keterangannya di Jakarta pada Jumat (27/1/2023).

Mendes PDTT mengatakan, selain kesejahteraan kepala desa dan perangkat desa, pola hubungan antara kepala desa dengan perangkat desa juga perlu diatur untuk menunjang kemajuan desa yang pesat.

Dengan demikian, dalam revisi itu tidak hanya membantu meringankan ketegangan pascapilkades, namun juga mengakomodir keluhan selama ini muncul terkait gaji dan status Perangkat Desa.

"Dengan kondisi pasca Pilkades yang cukup tegang itu maka terpikirlah untuk melakukan penataan secara lebih holistik dan lebih spesifik terhadap implementasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014,” tutur Abdul Halim.

“Permasalahan seperti ini yang menjadikan revisi UU Desa segera dilakukan. Agar hasilnya dapat menjamin akomodasi, keluhan dan kebutuhan perangkat Desa pada umumnya,” tambah dia.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menambahkan, kebutuhan merevisi UU Desa tidak boleh hanya sekedar mengatur penambahan periodesasi masa jabatan Kepala Desa.

Revisi tersebut juga harus mengatur secara holistik tentang desa, karena fokus dan lokus pembangunan Indonesia saat ini sedang menuju kepada level yang paling kecil, yaitu Desa.

"Artinya sekarang, proses pembangunan sedang menuju pada level yang paling kecil konsetrasinya (desa), nah ini kah harus diantisipasi.Perlu dilakukan (revisi UU Desa) untuk bisa mengantisipasi desa untuk menjadi bagian dalam proses percepatan pembangunan Indonesia,” Pungkas Ahmad Doli.(rld)