Hari ini
Cuaca 0oC
BREAKING NEWS

Pemerhati Minta Prabowo Revisi Aturan Penyebab Pilkada Mahal

Pemerhati Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan meminta presiden terpilih Prabowo Subianto melakukan terobosan agar Pilkada tidak berbiaya tinggi. Menurutnya, jika Pilkada masih sangat mahal, maka pemerintahan Prabowo dan selanjutkan masih akan marak dengan kasus korupsi.

Pemerhati Minta Prabowo Revisi Aturan Penyebab Pilkada Mahal

"Apalagi Prabowo ketika belum terpilih sebagai presiden pernah mengatakan, demokrasi di Indonesia masih berantakan dan membutuhkan biaya sangat mahal. Dia juga, waktu itu menyebut perlu ada perbaikan demokrasi untuk ke depannya," kata Djohermansyah Djohan .

Djohermansyah Djohan menyampaikan hal tersebut menanggapi keluhan dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian. Dimana Mendagri kembali mengeluhkan sistem politik yang membuat Pilkada menjadi berbiaya tinggi dan menciptakan korupsi.

Tito dalam Rapat Kerja Nasional XVI Apkasi, Rabu (10/7/2024), mengungkapkan para calon kepala daerah juga harus keluar biaya mahal. Dimana mereka, katanya, harus keluar biaya  untuk tim sukses hingga pembuatan alat peraga kampanye.  

Djohermansjah menegaskan, apa yang dikeluhkan Tito bukan pertama kalinya soal sistem politik Indonesia yang menyebabkan Pemilu dan Pilkada berbiaya tinggi. Hal ini, katanya, harus menjadi prioritas bagi pemerintahan Prabowo mengubahnya.

Prabowo, kata dia, bisa memulainya nanti dengan merevisi beberapa perundangan yang memicu politik biaya tinggi. Beberapa UU yang harus direvisi, ujarnya, UU Pilkada, UU Pemilu, UU Partai Politik, dan UU Pemerintah Daerah.

"Dalam merevisi UU yang terkait dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia tersebut, maka perlu pencantuman dengan tegas peran negara. Dimana negara harus membantu pembiayaan partai politik, sehingga tidak membebankan cost politik kepada caleg atau calon kepala daerah," katanya.

"Bantuan pemerintah itu contohnya bisa diberikan lewat harga yang diberikan dari setiap 1 suara yang diperoleh parpol pada pemilu. Misalnya saja dari sekarang ini satu suara hanya dihargai Rp1.000 menjadi Rp.100.000."

Djohermansjah mengingatkan biaya demokrasi memang mahal dan negara harus berani keluar biaya untuk menciptakan ekosistem demokrasi makin baik. Salah satunya, kata dia, dengan memutus mata rantai biaya politk tinggi yang dibebankan kepada caleg, atau calon kepala daerah.

Sekarang, tambah dia, tinggal komintmen pemerintah dan parlemen, mau atau tidak membuat demokrasi Indonesia semakin baik. Jangan sampai sistem politik sebagai bagian demokrasi justru membuat Indonesia terus dihantui kasus korupsi dampak mahalnya ongkos politik.(*)


Hide Ads Show Ads