Paripurna DPRD Kuningan Molor, Skandal Pejabat Dibahas Tertutup
Rapat Paripurna DPRD Kuningan yang digelar Rabu (12/2/2025) mengalami keterlambatan hingga dua jam. Agenda utama rapat adalah penyampaian laporan keputusan Badan Kehormatan (BK) terkait hasil penyelidikan atas pengaduan masyarakat terhadap seorang anggota dewan. Rapat yang seharusnya dimulai pukul 09.30 WIB baru bisa digelar pada pukul 11.20 WIB setelah kuorum terpenuhi.
Ketua DPRD Kuningan, Nuzul Rachdy, mengungkapkan bahwa keterlambatan terjadi karena jumlah anggota dewan yang hadir awalnya belum memenuhi syarat kuorum, yaitu lebih dari 50 persen plus satu anggota.
"Paripurna baru bisa dimulai setelah sejumlah anggota DPRD dari Fraksi PKB memasuki ruang rapat," ujarnya.
Meski berlangsung tanpa kehadiran media, Nuzul menegaskan bahwa rapat ini bukan bersifat tertutup, melainkan bersifat internal.
Dalam rapat tersebut, BK DPRD Kuningan memaparkan hasil penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran kode etik seorang anggota dewan yang dituduh berselingkuh dengan istri orang. Setelah dilakukan verifikasi dan klarifikasi, BK menyimpulkan bahwa kasus ini layak dilanjutkan ke tahap persidangan kode etik.
Ketua BK DPRD Kuningan, H. Eman Suherman, menegaskan bahwa pihaknya akan menangani kasus ini secara profesional dan tanpa intervensi.
"Ini komitmen kami, tanggung jawab kepada masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa untuk menyelesaikan kasus ini dengan seadil-adilnya. Saya jamin tidak ada intervensi dari pihak mana pun," tegasnya.
Pihaknya menambahkan, BK akan segera menggelar persidangan untuk memastikan proses berjalan cepat dan tidak berlarut-larut.
"Secepatnya, kita tidak ingin BK dianggap bertele-tele. Kita akan bekerja secara tegas dan profesional sesuai dengan tata tertib yang berlaku," ujarnya.
Eman yang merupakan Legislator Gerindra menjelaskan hasil akhir dari sidang ini akan berupa rekomendasi sanksi yang diputuskan dalam Paripurna DPRD Kuningan. Menurut tata tertib, terdapat tiga jenis sanksi yang bisa dijatuhkan, yaitu sanksi ringan berupa teguran lisan atau tertulis, sanksi sedang berupa pencopotan jabatan jika oknum yang bersangkutan menduduki posisi pimpinan di DPRD, dan sanksi berat berupa pencabutan hak sebagai anggota dewan, baik sementara maupun permanen.
Dengan akan digelarnya persidangan, BK DPRD Kuningan memastikan bahwa setiap tahapan akan berjalan sesuai aturan tanpa kompromi.
"Kami pastikan proses ini on the track," ucapnya.(*)
