
Nilai Tukar Rupiah Terendah Sejak Krisis 1998: Rp 16.611 per Dolar AS, Apa Dampaknya?
0 menit baca
Perhatian pasar global kembali tertuju pada nilai tukar rupiah yang tengah mengalami penurunan drastis.
Pada perdagangan Selasa (25/3/2025), rupiah tercatat melemah hingga mencapai Rp 16.611 per dolar Amerika Serikat, level terendah sejak krisis moneter 1998.
Fenomena ini mengundang berbagai analisis, terutama dari para ekonom yang melihat adanya potensi lonjakan permintaan dolar pada bulan-bulan mendatang.
Menurut Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, penurunan nilai tukar ini tidak terlepas dari faktor musiman serta dinamika pembayaran dividen oleh investor asing.
Menurutnya, permintaan dolar cenderung meningkat antara bulan April hingga Juni karena pembayaran dividen dan kebutuhan untuk membayar bunga utang, terutama pada pekan keempat setiap bulannya. Kondisi ini menambah tekanan pada rupiah meskipun kondisi makroekonomi Indonesia relatif stabil.
Myrdal Gunarto menjelaskan bahwa lonjakan permintaan dolar dipengaruhi oleh pembayaran dividen dari perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Selain itu, pada pekan terakhir setiap bulan, pembayaran bunga utang dan kebutuhan impor perusahaan turut memicu peningkatan permintaan dolar.
Kondisi ini menjadi rutinitas yang seiring waktu bisa menekan nilai tukar rupiah, terutama jika diikuti dengan arus investasi keluar dari pasar keuangan lokal.
Meskipun nilai tukar rupiah saat ini berada di titik terendah, optimisme terhadap kondisi ekonomi nasional masih tetap ada.
Indonesia berhasil mencatat surplus perdagangan pada Februari 2025 sebesar US$ 3,12 miliar, dengan ekspor mencapai US$ 21,98 miliar dan impor senilai US$ 18,86 miliar.
Kinerja neraca perdagangan yang positif ini diyakini dapat membantu menstabilkan nilai tukar rupiah.
Myrdal juga menyoroti bahwa investasi dari bank asing diperkirakan akan terus mengalir, terutama di sektor-sektor unggulan seperti hilirisasi, industri manufaktur, dan sektor yang terkait dengan program Astacita pemerintah.
Kebijakan fiskal dan moneter yang diambil oleh pemerintah serta bank sentral juga diharapkan dapat meredam tekanan nilai tukar dan menjaga stabilitas ekonomi.
Para pelaku pasar dan investor internasional akan terus memantau perkembangan ini, karena setiap perubahan signifikan pada nilai tukar rupiah memiliki dampak luas bagi perdagangan dan investasi di Indonesia.
Dengan berbagai tantangan dan dinamika global, bagaimana langkah pemerintah dan sektor swasta dalam mengantisipasi dampak fluktuasi nilai tukar ini akan sangat menentukan perekonomian nasional ke depan.(*)