Amerika Terus Tekan Tiongkok, Elon Musk Desak Trump Hentikan Tarif Impor Baru
CEO Tesla, Elon Musk, meminta Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, untuk membatalkan gelombang tarif baru terhadap impor dari Tiongkok. Permintaan tersebut disampaikan saat meningkatnya ketegangan akibat rencana Trump memberlakukan tarif 50 persen terhadap produk asal Tiongkok.
Melansir Economic Times, Selasa (8/4/2025), selain melalui pendekatan pribadi, Musk menyuarakan penolakannya terhadap kebijakan ini lewat media sosial. Sumber-sumber yang mengetahui pembicaraan keduanya membenarkan Musk melakukan pendekatan langsung kepada Trump.
Meski begitu, usahanya tidak membuahkan hasil. Trump tetap bersikeras menjalankan kebijakan tarif proteksionis ini.
Kini sejumlah sekutu Musk di kalangan bisnis dan teknologi juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Beberapa di antaranya dilaporkan menghubungi pejabat tinggi pemerintahan Trump, termasuk Wakil Presiden JD Vance.
Investor Joe Lonsdale, sahabat lama Musk, secara terbuka menyatakan tarif semacam ini sangat merugikan. "Perusahaan-perusahaan Amerika justru lebih terdampak dibandingkan pesaing dari Tiongkok," ujarnya.
Sejumlah pemimpin bisnis pun berupaya membentuk koalisi informal guna melobi agar Trump melunakkan sikapnya. Mereka berharap Presiden AS itu akan mempertimbangkan saran Menteri Keuangan Scott Bessent.
Namun, kehadiran Menteri Perdagangan Howard Lutnick justru memperkuat suara pro-tarif dalam pemerintahan. Lutnick kini menjadi pendukung vokal proteksionisme sehingga menyulitkan upaya internal untuk mengubah arah kebijakan.
Sementara itu, Tesla menghadapi tekanan besar di tengah kondisi pasar yang tidak stabil. Penurunan permintaan dan keterlibatan Musk dalam politik dianggap sebagai penyebab merosotnya citra perusahaan.
Analis Wedbush Securities, Dan Ives, menurunkan ekspektasi harga saham Tesla dari USD550 (Rp9,2 juta) menjadi USD315 (Rp5,3 juta). Saham Tesla jatuh lebih dari 2,5 persen pada perdagangan Senin (7/4/2025), kehilangan lebih dari 38 persen nilai pasar.
Musk yang memiliki investasi global dan fasilitas produksi di AS maupun Tiongkok sangat terdampak kebijakan proteksionis ini. Dia dilaporkan akan mundur dari perannya sebagai penasihat informal Trump dalam waktu dekat.(*)

