Duh! Diabetes di Jabar Tinggi, Waspadai Ancamannya
Bandung: Pemprov Jabar melakukan berbagai upaya untuk menekan kasus penyakit diabetes di Jabar. Karena kondisinya cukup memprihatinkan.
Berdasarkan data Riskesdas 2018 tercatat di angka prevalensi diabetes melitus hasil diagnosis dokter Jabar adalah 1,74 persen. Lalu berdasarkan laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, tercatat prevalensi diabetes melitus Jabar ada di angka 2,2 persen untuk penduduk di atas 15 tahun.
Sekda Jabar Herman Suryatman menuturkan, diabetes termasuk penyakit yang mematikan di Indonesia. "Setelah hipertensi, stroke ya, kemudian diabetes lalu kanker," katanya, Selasa (3/6/2025).
Herman melanjutkan, karena itulah pergerakan penyakit itu harus diwaspadai. "Kalau melihat angkanya kan memprihatinkan ya," jelasnya.
Menurut Herman, penanganan dan pencegahan diabetes itu perlu kolaborasi bersama. Mulai dari pusat hingga kota kabupaten. Salah satu langkahnya adalah dengan banyak memberikan edukasi kepada masyarakat. Seperti yang dilakukan di Gedung Sate ini, dengan menghadirkan Menteri Kesehatan RI Periode 2004-2009 Siti Fadilah Supari.
"Yang paling utama adalah menjaga pola hidup sehat. Mulai dari maka, hingga istirahat yang cukup," imbuhnya.
Kadinkes Jabar dr. R. Vini Adiani Dewi menambahkan, menekan angka diabetes adalah salah satu target dari Dinas Kesehatan Jabar. Ada berbagai program yang akan dilakukan. Salah satunya adalah pencegahan dan peningkatan pelayanan kesehatan tradisional," katanya.
Vini melanjutkan, nantinya RSUD Al Ihsan juga akan disiapkan secara khusus. Itu terkait layanan kesehatan tradisional. Itu juga bagian dalam pengobatan penyakit diabetes.
"Diabetes itu bisa kemana-mana. Bisa ke penyakit jantung, ginjal, hingga stroke. Makanya kami juga akan banyak memberikan edukasi. Termasuk pagi ini," sambungnya.
Vini melanjutkan, upaya pencegahan sebenarnya menjadi hal yang cukup penting dilakukan masyarakat. Itu lebih baik dari pada upaya pengobatan. Karena, penyebab penyakit diabetes ini kebanyakan adalah faktor gaya hidup. "Sekarang masyarakat banyak mager untuk beraktivitas, lalu makanan banyak instan. Jadi diabetes ini bukan lagi karena keturunan. Tapi lebih ke pola hidup," tutupnya.