Grebeg Besar Yogyakarta, Tradisi Sakral Penuh Berkah
Yogya: Ribuan warga dan wisatawan memadati Kraton Yogyakarta untuk menyaksikan tradisi tahunan Grebeg Besar. Tradisi ini sarat nilai sejarah, spiritual, dan budaya lokal.
Ketua Umum Alumni Sejarah UGM, Wahyudi Jaya, menjelaskan bahwa tradisi ini berasal dari Kerajaan Demak dan digunakan para wali untuk dakwah Islam. Di Kraton Yogyakarta, tradisi ini dimulai pada masa Sultan Hamengkubuwono I dan masih terus dilestarikan.
"Prosesi Grebeg Besar dimulai dengan penyerahan sapi kurban dan arak-arakan gunungan oleh pihak Kraton. Gunungan yang berisi hasil bumi dan jajanan pasar diarak menuju Masjid Gede Kauman," kata Wahyudi Jaya saat diwawancarai Pro 3 RRI, Sabtu (7/6/2025).
Wahyudi menuturkan, setelah didoakan oleh para ulama, gunungan dibagikan kepada warga. Masyarakat berebut isi gunungan karena dipercaya membawa berkah dan keberuntungan.
"Pemberian dari Kraton dianggap sebagai bentuk kasih sayang Sultan dan memiliki nilai spiritual bagi masyarakat Jawa. Tahun ini, jumlah hewan kurban meningkat berkat sumbangan dari tokoh masyarakat dan berbagai daerah," ucapnya, menjelaskan.
Grebeg Besar tahun ini berlangsung lebih meriah karena bertepatan dengan libur panjang, sehingga jumlah wisatawan meningkat drastis. Menurut Wahyudi, persiapannya dilakukan sejak dua puluh hari sebelumnya.
"Semua aspek diatur dengan cermat agar prosesi berjalan lancar, aman, dan khidmat. Meski ada pembatasan studi wisata oleh pemerintah daerah, antusiasme masyarakat tetap tinggi," katanya.
Tradisi ini telah menjadi ikon budaya Yogyakarta yang selalu dinanti. Grebeg Besar juga mempererat hubungan antara raja dan rakyat serta menarik wisatawan yang ingin mengenal budaya Jawa.(*)