Hari ini
Cuaca 0oC
Headline News :

Oknum TNI Di Hukum Mati, Terdakwa Militer Tetap Punya Hak Hukum

Jakarta: Kabar tentang tuntutan hukuman mati kepada anggota TNI aktif kembali menarik perhatian publik terhadap proses hukum militer.(23/7/25).
Suasana di persidangan peradilan militer (Foto: Pengadilan Militer III-19 Jayapura/ist)

Salah satu poin penting yang perlu dicermati adalah hak-hak hukum yang tetap dimiliki terdakwa, bahkan setelah vonis dijatuhkan.

Dalam sidang yang digelar Senin (21/7/2025) di Palembang, Oditur Militer menuntut hukuman mati kepada Kopral Dua Bazarsah. Ia didakwa menembak tiga anggota Polsek Negara Batin saat penggerebekan sabung ayam di Lampung, Maret lalu.

Bazarsah diduga melakukan pembunuhan berencana, sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP. Ia juga didakwa melanggar Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Pasal 303 KUHP tentang perjudian.

Selain hukuman mati, oditur menuntut pemecatan dari dinas militer karena dianggap mencoreng nama baik institusi TNI. Dalam persidangan, tidak ditemukan hal-hal yang dapat meringankan tuntutan terhadap terdakwa.

Sebagai anggota aktif TNI, Bazarsah menjalani proses peradilan di pengadilan militer. Lembaga ini berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh prajurit sesuai dengan hukum militer.

Meski diadili secara militer, seorang terdakwa tetap memiliki hak-hak hukum sebagaimana diatur dalam sistem peradilan nasional. Di antaranya adalah hak untuk mengajukan banding, kasasi, hingga permohonan grasi kepada Presiden.

Langkah-langkah hukum ini merupakan bagian dari prinsip keadilan dan perlindungan hak setiap warga negara. Termasuk mereka yang menghadapi ancaman hukuman paling berat sekalipun.

Berikut tahapannya

1. Tahapan Pengajuan Banding di Pengadilan Militer

A. Pemohon Banding

(Terdakwa / Penasehat Hukum / Oditur Militer)

- Mengajukan permohonan banding kepada panitera dalam waktu 7 hari setelah putusan tingkat pertama.

- Menyerahkan memori banding beserta hard/soft copy jika ada.

- Jika terdakwa ditahan, permohonan banding bisa diajukan melalui surat yang ditandatangani oleh pemohon.

B. Petugas PTSP

Mencatat pendaftaran permohonan banding (1 hari)

C. Panmud Pidana

Memeriksa permohonan banding (1 hari)

D. Panitera

- Memeriksa dan membuat akta permohonan banding (1 hari)

- Membuat akta pencabutan permohonan banding (jika ada) (1 hari)

- Menerima dan mencatat memori banding serta kontra memori dari oditur militer (2 hari)

- Membuat berita acara penerimaan dan akta penyerahan dokumen

- Memberitahukan kepada para pihak salinan memori dan kontra memori banding

- Jika terdakwa bebas demi hukum atau telah menjalani pidana, dibuat berita acara pelaksanaan putusan

- Mengirimkan berkas perkara ke Pengadilan Militer Tinggi (14 hari)

2. Tahapan Pengajuan Kasasi di Pengadilan Militer

A. Pemohon Kasasi

(Terdakwa / Penasehat Hukum / Oditur Militer)

- Mengajukan permohonan kasasi dalam waktu 14 hari sejak putusan diberitahukan.

- Wajib menyerahkan memori kasasi (hard/soft copy) dalam waktu 14 hari sejak permohonan diajukan.

- Jika terdakwa ditahan, pengajuan bisa melalui surat yang ditandatangani pemohon.

B. Petugas PTSP

Mencatat pendaftaran permohonan kasasi (1 hari)

C. Panmud Pidana

Memeriksa permohonan kasasi (1 hari)

D. Panitera

- Membuat akta permohonan kasasi dan pencabutan (jika ada)

Memeriksa kesesuaian memori kasasi

- Memberitahukan salinan memori kepada termohon

- Menerima dan mencatat kontra memori kasasi

- Membuat berita acara penerimaan dokumen

- Mengirimkan seluruh berkas ke Mahkamah Agung (14 hari)

3. Pengajuan Grasi Upaya Hukum Terakhir

Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002, grasi adalah pengampunan yang diberikan oleh Presiden. Grasi biasanya diajukan sebagai upaya terakhir untuk menghindari pelaksanaan hukuman mati.

Dalam KUHP baru, jika 10 tahun setelah grasi ditolak Presiden eksekusi belum dilakukan, berlaku perubahan pidana. Hukuman mati otomatis berubah menjadi pidana penjara seumur hidup setelah lewat 10 tahun tanpa pelaksanaan eksekusi.

Namun, hal ini harus disikapi secara hati-hati. Pasal 7 ayat (2) UU No. 5 Tahun 2010 menyebutkan, permohonan grasi harus diajukan paling lambat satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

Batas waktu tersebut sering dianggap membatasi hak konstitusional Presiden untuk memberikan grasi. Jika permohonan diajukan lewat tenggat, maka grasi dapat dianggap kedaluwarsa dan tidak diproses.(*)

Hide Ads Show Ads