Gempa Bertubi-tubi di Afghanistan, Korban Tewas Tembus 2.200 Jiwa
Afghanistan: Gempa Ketiga Guncang Tenggara Afghanistan Saat Regu Penyelamat Berjuang Cari Korban
Afghanistan kembali diguncang gempa susulan berkekuatan magnitudo 6.2 pada Kamis malam, saat jumlah korban tewas akibat gempa sebelumnya telah menembus angka 2.200 orang. Gempa ketiga ini melanda wilayah tenggara negara tersebut dan menambah derita warga yang sudah trauma.
Gempa sebelumnya, berkekuatan magnitudo 6.0, mengguncang wilayah pegunungan dan terpencil di timur Afghanistan pada Minggu malam. Bencana alam yang terjadi di tengah malam itu telah meratakan seluruh desa dan memerangkap ribuan orang di bawah reruntuhan.
*Korban Terus Bertambah*
Juru bicara Taliban, Hamdullah Fitrat, mengonfirmasi pada Kamis bahwa jumlah korban tewas telah meningkat menjadi 2.205 orang. Angka ini naik signifikan dari perkiraan sebelumnya yang hanya 1.400, menjadikan bencana ini salah satu yang paling mematikan dalam beberapa dekade terakhir.
Sebagian besar korban berada di Provinsi Kunar, di mana banyak rumah dibangun dari kayu dan bata lumpur, menjadikannya sangat rentan terhadap guncangan.
Berdasarkan penilaian dari lembaga amal Islamic Relief, sekitar 98% bangunan di Kunar rusak atau hancur. "Semua batu longsor dari gunung," kata Muhammad Israel, seorang warga yang selamat di Kunar. "Saya nyaris tidak bisa menyelamatkan anak-anak saya. Guncangan gempa masih terus terjadi. Mustahil untuk tinggal di sana."
Saat ini, ia tinggal di kamp medis PBB di Nurgal, salah satu daerah yang paling parah terkena dampak. "Situasinya juga buruk bagi kami di sini, kami tidak punya tempat berteduh dan tinggal di bawah langit terbuka," keluhnya.
*Bantuan Tersendat*
Upaya penyelamatan dan bantuan terhambat oleh medan yang sulit dan kurangnya dana serta sumber daya internasional. Sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021, bantuan dari luar negeri turun drastis.
Lembaga-lembaga bantuan melaporkan kekurangan staf dan pasokan untuk merawat para korban luka dan menampung puluhan ribu orang yang kehilangan tempat tinggal, makanan, dan air bersih. Sekitar 84.000 orang telah terdampak sejauh ini.
Norwegian Refugee Council (NRC), salah satu organisasi yang beroperasi di Afghanistan, hanya memiliki kurang dari 450 staf, jauh lebih sedikit dibandingkan 1.100 staf pada tahun 2023. "Kami hanya memiliki $100.000 (sekitar Rp1,6 miliar) untuk mendukung upaya tanggap darurat," kata Maisam Shafiey, penasihat komunikasi dan advokasi NRC di Afghanistan.
"Ini menyisakan kesenjangan pendanaan sebesar $1,9 juta (sekitar Rp30,9 miliar) yang harus segera diisi."
Seorang dokter di kamp PBB, Shamshair Khan, mengatakan persediaan obat-obatan mulai habis. "Obat-obatan dan layanan ini tidak cukup," ujarnya. "Orang-orang ini butuh lebih banyak obat dan tenda. Mereka butuh makanan dan air minum bersih. Mereka butuh lebih banyak bantuan. Orang-orang ini sangat kesakitan."
Bencana ini datang saat Afghanistan sudah berhadapan dengan kekeringan parah dan krisis ekonomi. Penarikan dana USAid setelah pemotongan oleh pemerintahan sebelumnya mengakibatkan penutupan banyak rumah sakit dan klinik.
Selain itu, tekanan juga diperburuk oleh kembalinya lebih dari 2 juta warga Afghanistan dari Pakistan dan Iran, yang banyak di antaranya tidak memiliki tempat tinggal atau pekerjaan.(*)

