Scroll untuk melanjutkan membaca

Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD

Jakarta: Kasus viral kepala sekolah yang menampar siswanya karena merokok di salah satu SMA di Banten bukan hanya persoalan kekerasan di sekolah. Tetapi juga menjadi alarm bahwa lingkungan pendidikan masih rentan terhadap maraknya peredaran rokok di kalangan pelajar.(17/10/25).

Hasil survei yang dilakukan Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) pada 2024 menggambarkan persoalan kebiasaan merokok di kalangan anak dan remaja miskin, bahkan sejak usia sekolah dasar (Foto: IDEAS)
Hasil survei yang dilakukan Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) pada 2024 menggambarkan persoalan kebiasaan merokok di kalangan anak dan remaja miskin, bahkan sejak usia sekolah dasar (Foto: IDEAS)

Hal ini setidaknya terpotret dari Survei yang dilakukan Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS) pada 2024. Di mana, persoalan kebiasaan merokok di kalangan anak dan remaja miskin, bahkan sejak usia sekolah dasar.

“Sebanyak 69,8 persen anak merupakan perokok aktif, 18,9 persen merokok sesekali. Dan 11,3 persen baru mulai belajar merokok,” ujar Direktur Advokasi Kebijakan IDEAS, Agung Pardini, dalam keterangannya, Jumat (17/10/2025).

Survei tersebut melibatkan 106 perokok anak dan remaja dari rumah tangga miskin di 54 desa tertinggal dan sangat tertinggal di 13 kabupaten. Adapun responden tersebar di lima provinsi yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan DI Yogyakarta.

Lebih lanjut, survei itu mencatat 58,5 persen anak mulai merokok di usia SMP (13–15 tahun). Kemudian, sebanyak 25,5 persen sejak SD (6–12 tahun), dan 15,1 persen di usia SMA (16–19 tahun).

“Fase mengenal rokok dan fase menjadi perokok aktif hampir tidak memiliki jarak waktu. Begitu anak mencoba, mereka langsung terjerat menjadi perokok aktif,” ujar Agung.

Ia memaparkan sebanyak 46,2 persen anak mengaku mulai mengalami kecanduan saat SMA. Kebiasaan tersebut, menurut Agung, berdampak langsung pada pola konsumsi dan masa depan pendidikan mereka.

Selanjutnya, menurut IDEAS, 67,9 persen anak mendapatkan rokok dari orang lain. Terutama teman dan tetangga, sementara hanya 5,7 persen dari keluarga inti.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa lingkungan sosial di luar rumah. Khususnya lingkunhan sekolah, sangat berperan dalam membentuk perilaku merokok.

Sebelumnya, kasus penamparan terhadap siswa berinisial ILP (17) oleh Kepsek SMAN 1 Cimarga Dini Fitri dilaporkan ke polisi, Jumat (10/10/2025). Orang tua ILP melaporkan Dini meskipun anaknya tidak mengalami bekas luka fisik.

Peristiwa dugaan kekerasan ini berawal ketika Dini Fitri melihat adanya asap rokok dari tangan Indra. Ketika hendak ditegur, peserta didik tersebut malah kabur dari pandangan Dini.

Ketika ditangkap, ILP tidak mengakui bahwa dirinya telah merokok di lingkungan sekolah. Menurut penuturan pribadi Dini, ia kemudian menepuk punggung ILP secara tidak keras.

Dugaan yang dilaporkan sebagai tindakan kekerasan ini pun melahirkan demonstrasi mogok sekolah siswa. Pada 13 Oktober 2025 kemarin, ada sekitar 630-an peserta didik dari 19 kelas yang menunjukkan protes.

Beberapa murid bahkan menginginkan agar Dini Fitri segera dilengserkan dari posisinya. Demi menurunkan intensi, Pemerintah Provinsi Banten segera menonaktifkan Dini.

Adapun Pemprov Banten kembali mengaktifkan status Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga milik Dini Fitri pada 15 Oktober 2025. Langkah ini diambil pasca penyelesaian dengan cara kekeluargaan dilakukan pada Rabu (15/10/2025).

Dini Fitri batal dicopot berdasarkan pertimbangan tertentu. Di antaranya demi menjaga proses keberlangsungan pembelajaran di sekolah dan mengatasi masalah baru seandainya harus dipindah.

Proses mengaktifkan kembali Dini Fitri ini dilakukan lantaran status sebelumnya hanya nonaktif, bukan dicopot dari jabatannya. Hal itu hanya bersifat sementara demi menjaga status kondusif di sekolah.

"Situasi saat itu tidak kondusif, jadi keputusan Dindikbud agar semua kembali normal dalam proses pembelajaran. Sifatnya bukan hukuman atau pemberhentian, hanya nonaktif sementara," kata Gubernur Banten Andra Soni.

Akhir kasusnya difasilitasi oleh Pemprov Banten di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B). Indra Lutfiana Putra saat itu hadir tanpa didampingi oleh orang tuanya.

Pertemuan pada 15 Oktober 2025 tersebut memperlihatkan kedua belah pihak terlibat saling memaafkan. “Saya minta maaf atas kesalahan saya,” pinta Indra.

Adapun Kepsek SMAN 1 Cimarga Dini Fitri memaafkan muridnya serta meminta maaf kembali. Kemudian, Dini juga meminta Indra agar bisa bersikap ikhlas atas apa yang telah terjadi.(*)
Baca Juga

Berita YouTube

Berita Terbaru
  • Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD
  • Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD
  • Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD
  • Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD
  • Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD
  • Ngeri Banget, 25,5 Persen Perokok Anak Mulai Merokok Sejak SD
Posting Komentar
Tutup Iklan