Jakarta : Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menetapkan status tanggap darurat selama dua minggu menyusul banjir dan longsor yang terus meluas di wilayah tersebut. Keputusan ini diambil karena cuaca buruk belum menunjukkan tanda-tanda mereda.
BMKG mengungkap bahwa munculnya bibit siklon tropis 95B di kawasan timur Aceh menjadi salah satu faktor utama pembentukan hujan deras dalam beberapa hari terakhir.
Deputi Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa bibit siklon yang terdeteksi sejak 21 November 2025 itu mengubah pola angin di sekitar Sumbar dan diperkuat oleh kondisi IOD yang sedang berada pada fase negatif.
“Bibit Siklon Tropis 95B di sekitar Selat Malaka menyebabkan pertemuan angin di Sumatera Barat. Ditambah nilai IOD yang negatif, kondisi ini memperbesar peluang terbentuknya cuaca ekstrem,” ujar Guswanto dalam keterangan yang dikutip, Kamis (27/11/2025).
Ia menambahkan bahwa tingginya kandungan uap air serta kelembapan di atmosfer membuat proses pembentukan awan hujan berjalan masif. Akibatnya, hujan berintensitas tinggi terjadi hampir setiap hari selama sepekan terakhir.
BMKG juga mengeluarkan peringatan dini beruntun untuk masyarakat Sumbar.
* 26 November 2025: Potensi hujan sangat lebat disertai angin kencang dan petir di Pasaman Barat, Agam, Tanah Datar, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pariaman, Padang, dan Pesisir Selatan.
* 27 November 2025: Ancaman cuaca ekstrem masih berlanjut di wilayah yang sama.
* 28 November 2025: Hujan lebat dan badai petir diperkirakan terjadi sejak pagi hingga malam hari di sejumlah kabupaten/kota tersebut.
Sejalan dengan kondisi ini, Pemprov Sumbar menyatakan masa tanggap darurat berlaku hingga 8 Desember 2025. Sekretaris Daerah Provinsi Sumbar, Arry Yuswandi, menegaskan bahwa langkah tersebut diperlukan karena cakupan wilayah terdampak semakin luas.
Data BPBD menunjukkan sedikitnya 13 daerah mengalami dampak langsung, mulai dari Padang Pariaman, Kota Padang, Agam, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Kabupaten Solok, Kota Pariaman, Pasaman Barat, Bukittinggi, Kota Solok, Padang Panjang, Limapuluh Kota, hingga Pasaman.
Menurut Juru Bicara BPBD Sumbar, Ilham Wahab, kerugian sementara telah mencapai sekitar Rp 4,9 miliar, namun angka tersebut masih bisa berubah seiring berjalannya proses pendataan di lapangan (*)

