Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan Pos Hujan Majenang mencatat curah hujan 98,4 mm/hari dan 68 mm/hari pada 10–11 November 2025. Hujan ringan setelahnya mempertahankan kondisi tanah tetap basah dan membuat lereng semakin rentan bergerak.
“Rangkaian hujan tersebut membuat kondisi tanah semakin basah dan lereng menjadi lebih rentan terhadap pergerakan,” kata Guswanto, Sabtu, 15 November 2025.
BMKG juga mencatat kondisi atmosfer di Jawa Tengah sedang mendukung pembentukan awan hujan. Aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), gelombang atmosfer, hingga keberadaan pusaran angin di perairan barat Lampung dan selatan Bali memperkuat potensi hujan sedang hingga lebat.
Direktur Meteorologi Publik BMKG Andri Ramdhani menambahkan kelembapan udara pada beberapa lapisan atmosfer mencapai 70–100 persen. Kondisi ini membuat pembentukan awan hujan semakin intens.
BMKG sudah mengeluarkan peringatan dini untuk periode 11–20 November 2025, termasuk potensi hujan lebat pada 19–22 November.
Menanggapi kondisi pascabencana, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG, Tri Handoko Seto, menyatakan kesiapan mendukung BNPB melalui Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).
Tujuannya mengurangi intensitas hujan menuju area terdampak agar evakuasi tidak terganggu dan mencegah longsor susulan.
“Skema OMC difokuskan pada pengamanan daerah bencana longsor sehingga Majenang terbebas dari hujan deras,” ujar Seto.
Posko OMC diusulkan berada di Bandara Husein Sastranegara Bandung untuk mempercepat akses penerbangan. Pelaksanaan operasi dapat dimulai setelah pemerintah daerah menetapkan Status Siaga Darurat dan mengajukan permohonan resmi ke BNPB dan BMKG.
Direktur Operasional Modifikasi Cuaca BMKG, Budi Harsoyo, menjelaskan bahwa pelaksanaan akan disupervisi secara ilmiah oleh BMKG, sementara BNPB menyiapkan pendanaan operasional melalui Dana Siap Pakai.
Kepala Stasiun Meteorologi Tunggul Wulung Cilacap, Bagus Pramujo, menambahkan BMKG terus memberi dukungan informasi cuaca harian yang difokuskan untuk Desa Cibeunying, lokasi terdampak longsor. BMKG juga turun langsung ke lapangan pada 15 November.
BMKG juga mencatat dua Bibit Siklon Tropis, 97S dan 98S, yang memicu cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Indonesia meski peluang berkembang menjadi siklon tetap rendah.
Bibit Siklon 97S berpotensi menyebabkan hujan lebat hingga sangat lebat di NTT serta hujan sedang hingga lebat di Jateng, DIY, Jatim, Bali, dan NTB. Angin kencang juga berpotensi muncul di NTB–NTT, termasuk gelombang laut 1,25–2,5 meter di wilayah selatan Jawa hingga NTT.
Sementara Bibit Siklon 98S berkontribusi pada gelombang tinggi 2,5–4 meter di Samudra Hindia barat Lampung dan cuaca ekstrem di Bengkulu, Lampung, Banten, dan Jawa Barat.
Mengacu pada analisis tersebut serta munculnya sejumlah longsor dalam beberapa hari terakhir, BMKG mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat meningkatkan kewaspadaan serta memperkuat koordinasi agar risiko bencana dapat ditekan.(*)

