Ia menyebut pekerja perempuan masih dihadapkan pada risiko kekerasan, pelecehan seksual, dan berbagai bentuk diskriminasi di lingkungan kerja.
"Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) mencatat sepanjang 2021-2024 terdapat 1.124 perempuan menjadi korban kekerasan di tempat kerja. Jumlah ini sangat mungkin hanya mencerminkan sebagian kecil dari kasus yang terjadi," kata Arifah, dikutip dari siaran persnya, Jumat, 21 November 2025.
"Banyak korban memilih bungkam karena takut kehilangan pekerjaan, merasa malu, atau tidak mengetahui jalur pelaporan yang dapat mereka akses," sambungnya.
Arifah menjelaskan, penyediaan RP3 menjadi pedoman bagi perusahaan dalam membangun mekanisme perlindungan bagi pekerja perempuan, mulai dari layanan pencegahan, penanganan pengaduan, tindak lanjut kasus, hingga pendampingan bagi korban.
"Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) berfungsi sebagai ruang aman yang menjamin perlindungan sehingga pekerja perempuan dapat bekerja dengan rasa aman dan terlindungi," ujarnya.
Ia menambahkan, keberadaan RP3 memungkinkan perusahaan memiliki mekanisme dukungan awal yang lebih jelas dan terstruktur untuk mencegah, menangani, dan menindaklanjuti kasus kekerasan secara berorientasi pada perlindungan korban.
Menurutnya, RP3 akan memberikan manfaat signifikan, baik bagi perusahaan maupun seluruh karyawan, karena dapat meningkatkan rasa aman, kenyamanan, dan kesetaraan di lingkungan kerja, sekaligus mendongkrak produktivitas,(*)

