Hari ini
Cuaca 0oC
Headline News :

Komisi VII Minta Pemerintah Audit Ketat Industri Air Kemasan

Jakarta : Anggota DPR RI Komisi VII, Novita Hardini, menegaskan industri air minum dalam kemasan (AMDK) wajib bertanggung jawab terhadap keberlanjutan air rakyat dan kelestarian lingkungan.

Ia menilai banyak perusahaan masih lalai menjalankan tanggung jawab sosial serta abai terhadap dampak ekologis dari eksploitasi air tanah.(11/11/25).
Anggota DPR RI Komisi VII, Novita Hardini
Anggota DPR RI Komisi VII, Novita Hardini

Pernyataan itu disampaikan Novita dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Industri Agro dan Kepala BSKJI Kementerian Perindustrian, Senin, 10 November 2025.

Legislator dari Dapil 7 Jawa Timur tersebut menyoroti perusahaan AMDK yang menikmati keuntungan besar, tetapi belum menerapkan prinsip keadilan lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat di sekitar area produksi.

“Tidak adil ketika rakyat di sekitar sumber air kekeringan, sementara perusahaan AMDK menumpuk keuntungan dari air yang seharusnya milik publik. CSR mereka sering kali hanya bersifat seremonial bukan solusi jangka panjang yang berkeadilan sosial dan ekologis,” tegas politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.

Novita menekankan air merupakan sumber daya publik, bukan komoditas eksklusif korporasi. Ia menilai banyak perusahaan belum menunjukkan konsistensi dalam menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), terutama dalam memberikan akses air bersih bagi masyarakat sekitar.

Ia juga menyoroti minimnya program CSR dari merek besar seperti Aqua, yang seharusnya menjadi contoh praktik keberlanjutan industri.
“Kita butuh CSR yang tidak berhenti di spanduk dan laporan tahunan, tetapi hadir dalam bentuk program nyata konservasi air, pelatihan masyarakat, dan pemulihan ekosistem,” ujarnya.

Menurut Novita, penggunaan air tanah secara masif oleh industri AMDK tanpa pengawasan ketat dapat menyebabkan penurunan muka air tanah, kekeringan, hingga kerusakan ekosistem lokal.

“Di banyak wilayah Jawa, sumber air mulai menipis sementara pengeboran terus berlangsung. Ini bukan hanya masalah teknis, tapi soal keadilan ekologis. Pemerintah harus memperkuat regulasi dan sanksi bagi perusahaan yang tidak melakukan mitigasi dampak lingkungan secara serius,” ungkapnya.

Ia mendorong pemerintah melakukan audit lingkungan dan evaluasi izin pengambilan air tanah agar industri tidak melampaui batas kapasitas ekologis wilayah setempat.

Novita juga meminta pengawasan ketat terhadap kualitas air kemasan dan isi ulang yang kian menurun, serta mendorong industri bertransformasi menuju inovasi hijau dan ekonomi sirkular, terutama dalam pengelolaan kemasan plastik dan mikroplastik.

“Kita tidak bisa menutup mata terhadap fakta bahwa botol plastik AMDK adalah penyumbang besar sampah nasional. Daur ulang bukan lagi pilihan, tapi kewajiban. Industri harus berani berinovasi misalnya dengan kemasan ekonomis ramah lingkungan atau sistem isi ulang yang mengurangi limbah plastik,” tuturnya.

Perempuan asal Trenggalek itu juga menyoroti bahaya mikroplastik yang mulai ditemukan dalam air minum kemasan dan berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat.
“Keamanan air minum bukan hanya soal kebersihan fisik, tapi juga kualitas kimia dan biologisnya. Pemerintah dan industri wajib meneliti, memantau, dan mengurangi paparan mikroplastik secara sistematis,” paparnya.

Menutup pernyataannya, Novita menegaskan masa depan industri AMDK di Indonesia harus berpijak pada tanggung jawab sosial, keadilan lingkungan, dan inovasi berkelanjutan.

“Air adalah hak rakyat, bukan monopoli korporasi. Kita ingin industri yang tumbuh, tapi juga menghormati bumi dan manusia. Inilah semangat ekonomi gotong royong yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila,” tutupnya.(*)

Hide Ads Show Ads