Scroll untuk melanjutkan membaca

KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya

Bandung: DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Jawa Barat menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pemerintah pusat yang akan menerbitkan draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) perubahan kedua atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan

Ketua DPD KSPSI Jabar, Roy Jinto Ferianto, menilai RPP tersebut tidak layak dijadikan acuan dalam penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2026. “Setelah kami pelajari, RPP ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024. Pemerintah seharusnya menyusun undang-undang ketenagakerjaan yang baru, bukan sekadar revisi PP,” tegas Roy Jinto, Senin (17/11/2025).

Salah satu sorotan utama KSPSI adalah pembatasan indeks alpha dalam rumus penghitungan upah minimum. Dalam RPP, nilai alpha dibatasi antara 0,20 hingga 0,70. Padahal, menurut putusan MK, alpha seharusnya mencerminkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing daerah.

“Jika pertumbuhan ekonomi dan inflasi dikalikan alpha yang dibatasi, hasilnya akan kecil. Ini tidak mencerminkan kebutuhan hidup layak,” ujarnya

Roy menegaskan, penentuan nilai alpha seharusnya diserahkan kepada Dewan Pengupahan di tingkat kabupaten/kota atau provinsi. “Upah minimum harus menggambarkan kebutuhan hidup layak, bukan sekadar angka teknis,” katanya.

Draft RPP juga dinilai mempersulit penetapan upah minimum sektoral. Syaratnya rumit: harus ada minimal dua perusahaan sejenis, kesepakatan bersama, dan hanya berlaku untuk pekerjaan berisiko tinggi. Bahkan, gubernur diberi kewenangan untuk mengevaluasi dan menolak usulan dari Dewan Pengupahan kabupaten/kota.

“Artinya, meski ada rekomendasi dari daerah, gubernur bisa saja tidak menetapkan. Ini melemahkan peran daerah dalam memperjuangkan hak buruh,” tutur Roy.

KSPSI Jabar pun menuntut agar UMP 2026 dinaikkan minimal 8,5 persen. “Kami menolak RPP pengupahan dan menuntut kenaikan UMP paling sedikit 8,5 persen,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Disnakertrans Jawa Barat, Firman Desa, menyatakan hingga kini belum ada informasi resmi dari pemerintah pusat terkait penetapan UMP 2026. Sesuai PP 36/2021, UMP harus ditetapkan paling lambat 21 November.

“Sampai hari ini belum ada regulasi baru dari pusat. Kami bersama serikat buruh terus mendorong agar payung hukum segera diterbitkan,” ujarnya.

Firman memperkirakan masih terjadi pembahasan intensif di tingkat pusat terkait formulasi UMP. “Pemerintah pasti mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kesejahteraan buruh dan keberlangsungan usaha,” katanya.

Ia berharap keputusan segera keluar agar Dewan Pengupahan di daerah bisa mempelajari dan menelaah formulasi yang akan digunakan. “Apakah regulasinya nanti bisa mengakomodir tuntutan buruh atau tidak, itu tergantung keputusan pusat,” tutup Firman.(*)
Baca Juga

Berita YouTube

Berita Terbaru
  • KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya
  • KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya
  • KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya
  • KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya
  • KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya
  • KSPSI Jabar Tolak RPP Pengupahan, Ini Alasannya
Posting Komentar
Tutup Iklan