Data BPS mencatat, penjualan emas PT ANTAM sejak Januari hingga September 2025 mencapai 34.164 kilogram, atau 1.098.398 troy ounce. Volume itu meningkat 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Amalia menjelaskan, lonjakan permintaan terjadi karena emas dianggap sebagai safe heaven, akibat geopolitik dan geoekonomi global tidak stabil. "Investor mengalihkan aset ke emas, itu sebabnya tekanan global sangat mempengaruhi kenaikan harga emas," ucapnya dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Jakarta, Senin (17/11/2025).
Sisi domestik, Amalia melanjutkan, pergerakan harga emas internasional langsung dirasakan konsumen di Indonesia. Dampaknya terlihat jelas pada inflasi Oktober 2025, di mana komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama inflasi.
"Dengan kenaikan harga emas. Emas yang memberikan inflasi 52,76 persen secara year-on-year," ujarnya.
Ia menambahkan, besarnya kontribusi emas terhadap inflasi bergantung pada bobot komoditas tersebut dalam konsumsi rumah tangga. "Ini adalah inflasi emas Oktober 2025 dibandingkan Oktober 2024, dan kenaikannya sangat signifikan," ucap Amalia.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya menegaskan, inflasi nasional sebenarnya tetap terkendali, jika komoditas emas dikeluarkan dari hitungan. Menurutnya, tidak ada persoalan besar pada produksi maupun distribusi bahan pangan di bulan berjalan.
“Kalau kita lihat data pengendalian inflasi tanpa emas month to month, tidak ada hal signifikan terkait produksi, distribusi, atau komoditas. Kenaikannya lebih banyak dikontribusikan faktor global dan kecenderungan investasi alternatif,” kata Bima.(*)

