“Tren bencana hidrometeorologi cenderung meningkat setiap tahun. Jika kita lihat distribusinya, Jawa Barat memiliki frekuensi tertinggi, lalu disusul Jawa Tengah dan Jawa Timur,” jelas Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani saat rapat koordinasi bersama seluruh kepala daerah dan Forkopimda di Kantor Kemendagri pada Senin, 1 Desember 2025.
Tak hanya itu, ia menuturkan selain hujan ekstrem, wilayah-wilayah tersebut juga rawan angin kencang, petir, puting beliung, hujan es, serta fenomena yang mengganggu penerbangan dan pelayaran, seperti jarak pandang rendah.
“Di Jawa Barat, yang paling dominan adalah hujan ekstrem dan angin kencang. Sementara di wilayah lain, petir dan puting beliung juga sering terjadi,” tambahnya.
BMKG mengidentifikasi beberapa faktor yang memicu peningkatan curah hujan dan bencana hidrometeorologi. Salah satunya adalah Monsun Asia yang membawa lebih banyak hujan ke Indonesia.
Selain itu, fenomena atmosfer seperti Madden Julian Oscillation, seruan dingin dari Siberia, serta gelombang atmosfer dari barat dan timur dikenal sebagai gelombang Kelvin dan Rossby Equator juga berperan memperkuat anomali cuaca dan hujan ekstrem.
Faisal juga menyinggung potensi bencana rob di beberapa daerah pesisir. Ia mengimbau masyarakat di wilayah rawan agar waspada dan mengikuti informasi dari BMKG.
“Daerah-daerah yang rawan rob sebaiknya memperhatikan peringatan dini dari kami. Antisipasi sejak awal penting untuk mengurangi risiko kerugian dan korban,” tegasnya.
BMKG menekankan koordinasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat menjadi kunci dalam menghadapi bencana hidrometeorologi yang meningkat setiap tahun.(*)

