Wilayah tersebut saat ini berada dalam puncak musim hujan hingga Desember, kondisi yang meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi.
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Minangkabau, Desindra Deddy Kurniawan, menjelaskan bahwa dinamika atmosfer yang masih aktif berpotensi memicu terbentuknya awan hujan dalam beberapa hari ke depan.
“Dinamika atmosfer seperti IOD [Indian Ocean Dipole], suhu permukaan laut, dan konvergensi angin masih aktif sehingga berpotensi memicu awan hujan dalam beberapa hari ke depan,” ujar Desindra Deddy Kurniawan, seperti dilansir BMKG Senin 1 Desember 2025.
BMKG mengimbau warga di 16 kabupaten/kota, termasuk Kepulauan Mentawai, Agam, dan Padang, untuk meningkatkan kewaspadaan. Warga yang sempat mengungsi didorong untuk kembali ke rumah secara bertahap setelah mempertimbangkan kondisi lingkungan yang aman.
“Penting bagi seluruh pihak untuk meningkatkan kesiapsiagaan agar risiko bencana hidrometeorologi dapat ditekan seminimal mungkin,” tambahnya.
Fokus Pemulihan Infrastruktur dan Korban
Di sisi lain, upaya penanganan bencana di Sumatra Barat kini difokuskan pada pemulihan akses transportasi dan infrastruktur vital. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Suharyanto, menyatakan bahwa proses pemulihan di wilayah terdampak menunjukkan kemajuan signifikan setelah tiga hari penanganan intensif.
“Sumatra Barat sudah memasuki fase pemulihan lebih cepat di hari ketiga. Kondisi cuaca juga lebih mendukung karena tidak terjadi hujan, dan operasi modifikasi cuaca tetap dilakukan,” kata Suharyanto, menegaskan percepatan upaya tanggap darurat.
Bencana yang melanda delapan kabupaten dan kota ini, termasuk Agam, Solok, dan Pesisir Selatan, tercatat telah menyebabkan 129 korban meninggal dunia.
Selain itu, 118 orang masih dinyatakan hilang dan 16 lainnya mengalami luka-luka. Kabupaten Agam mencatat dampak terparah, dengan 87 korban jiwa dan 76 orang masih dalam pencarian.
Total 77.918 jiwa dilaporkan mengungsi, dengan banyak di antaranya memilih membersihkan rumah pada siang hari dan kembali ke posko pengungsian saat malam tiba demi keamanan.
Kerusakan infrastruktur masih menjadi tantangan utama, terutama putusnya jembatan dan amblasnya jalan yang mengganggu jalur transportasi nasional dan provinsi.
Distribusi bantuan, yang mencakup kebutuhan pokok, makanan siap saji, dan pengerahan alat berat seperti ekskavator, terus dilakukan untuk mendukung operasi darurat.
Pemerintah juga mengerahkan satu helikopter BNPB, satu pesawat fixed wing, dan satu helikopter Basarnas untuk mendukung operasi. Meskipun demikian, sebagian jalur darat yang masih dapat dilalui membatasi pemanfaatan penuh armada udara.
Posko Terpadu Penanggulangan Bencana Sumbar mencatat keterlibatan langsung sedikitnya 131 personel yang fokus pada penanganan banjir, galodo (banjir bandang), sedimentasi sungai, dan pemulihan saluran irigasi. Tujuannya adalah memastikan pemulihan aliran sungai dan distribusi air bagi permukiman serta sektor pertanian.(*)

