PELITA KARWANG ON LINE-.
Kusmayanto Kadiman

Dalam memperingati ulang tahun ke-40, Marha Tilaar Group melakukan serangkaian kegiatan mulai dari kegaitan seminar, peluncuran buku sampai pada gerakan penyebar-luasan buku baru dan buku bekas layak baca untuk masyarakat yang kurang beruntung dalam ukuran akses pada dunia pengetahuan. Seminar yang digelar Selasa, 28 September 2010 di Jakarta Convention Center (JCC) mengambil tema Beautifying Indonesia. Saat pembukaan yang banyak dihadiri oleh tokoh-tokoh pengarusutamaan gender seperti Mien Uno, Dewi Motik, Nina Akbar Tanjung, ditampilkan dua pembicara utama yang tak pelak adalah tokoh perempuan Indonesia yaitu Ibu Martha Tilaar sebagai founding mother dari Martha Tilaar Group (MTG) dan Ibu Linda Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Selain itu juga ditampilkan pembicara-pembicara mancanegara dan domestik dari sektor pemasaran, kosmeologi sampai pada ahli pencitraan dan promosi melalui media (on-line)internet. Pada acara seminar itu juga secara formal diluncurkan Gerakan Penyebarluasan 40.000 buah Buku yang merupakan kolaborasi MTG dengan Yayasan Kick Andy. Kegiatan yang juga digelar adalah peluncuran empat buah buku yang erat kaitannya dengan kewirausaahn dengan fokus kecantikan, kebugaran dan kesehatan yang kemudian dipopulerkan dengan beautypreneurship. Tulisan ini meneropong salah satu buku yang diluncurkan berjudul Womanology: The Art of Marketing to Woman.

Womanology : Sebuah Cabang Ilmu Pengetahuan

Womanology ini adalah hasil penggabungan dari dua kata yaitu woman (perempuan) dan logi (atau logos yang berarti ilmu pengetahuan). Kata hasil pembauran ini dapat kita tafsirkan sebagai sebuah cabang ilmu yang mempelajari pemikiran, perjuangan sampai sifat atau karakteristik kaum wanita baik sebagai individu maupun berkelompok. Tentu banyak yang tergelitik dan mengajukan pertanyaan mengapa ada womanology sedangkan manology tidak pernah terdengar digaungkan. Mari kita tengok sebuah cerita sahibul hikayat yang barangakali merupakan sebuah obrolan waroeng kopi namun layak menjadi renungan dalam kita memahami kehadiran womanology sebagai sebuah cabang ilmu. Konon pernah terjadi seorang pria sukses dan sehat berumur paruh baya yang menemukan sebuah Lampu Aladin saat ia berkelana mencari jati-diri. Saat tutup Lampu Aladin itu ia buka, munculah “seorang” Jin yang pernah berjanji memenuhi sebuah permintaan bagi siapapun yang melepasnya dari penjara Lampu Aladin. Singkat cerita, sang pria meminta membuatkan sebuah jembatan agar iya dengan mudah dari home-island-nya di Nusantara dapat menyeberang ke Australia. Jin bilang itu tidak mungkin diwujudkan mengingat begitu luas, sangat dalam dan dinamikanya arus dan ombal laut yang memisahkan Nusantara dengan Australia. Silahkan ajukan permintaan yang lain saja. Sang pria kemudian mengubah permintaannya agar iya dapat memahami dan menerka dengan jitu apa-apa yang menjadi kehendak kaum wanita yang begitu penting bagi kebahagiaan hidupnya. Jin langsung memotong dan mengatakan “Okay, jembatan yang kamu maui tadi itu berupa konstruski baja atau jembatan gantung? Walau sulit namun dalam sekejap akan aku realisasikan !”. Khusus sub-cabang ilmu, womanology yang mempelajari karakteristik kaum wanita maka jika ingin membandingkan kompleksitasnya  dengan cabang ilmu lain baik dalam bidang ilmu alam, ilmu sosial atau ilmu rekayasa maka klimatologi (yaitu ilmu yang mempelajari dan berupaya melakukan prediksi tentang cuaca) tampaknya yang paling mendekati.

Tengok misalnya konsep cantik (beauty dalam bahasa Inggirs, la belle dalam bahasa Perancis, kallos dalam Bahasa Yunani, geulisdalam bahasa Sunda) maka tidak ada satu kalimat bahkan paragraf ringkas yang mampu mendefiniskannya. Cantik itu fungsi ruang dan waktu plus bernuansa budaya. Cantik dalam satu kurun waktu dapat berubah menjadi ugly dalam kurun yang lain. Kutilang Darat (kurus tinggi langsing dan dada rata) yang sempat menjadi trend dengan tokoh Miss Twiggy telah bergeser nilainya. Idem ditto dengan nuansa cantik serba bulat a la Monalisa. Cantik dalam perspektif Sunda dengan ungkapan — rarayna bodas ngadaun daun seureuh — mukanya putih begitu indah bagai daun sirih yang terkenal bernuansa putih dan simetri itu tidak berlaku universal. Kecantikan mendiang Marylin Monroe dan Cindy Crawford itu bukan sekedar karena putih namun juga berkat sifat tidak simetris dari kekhasan raut mukanya. Cantik dari luar (outer beauty atau ngedi busono kata orang Jawa) seperti yang sering kita kagumi dari Cleopatra belum paripurna karena dituntut pula kecantikan dari dalam (ngadi sarira atau inner beauty)seperti aura adem dan senyum, tutur bahasa, tata krama dan tak jarang ada juga tuntutan intelegensia. Pemilihan Ratu sepertiMiss World dan Puteri Indonesia menggunakan kriteria gabungan dari ngadi sarira dengan ngedi busonoNgajeni (Bahasa Jawa) atau admiration (Bahasa Inggris) adalah faktor subjektif yang sering menjadi fokus perhatian para juri. Kompleksitas seperti ini yang dapat digunakan sebagai faktor pendukung walau sering ditunding sebagai pembenaran dalam memposisikan womanologysebagai sebuah cabang ilmu pengetahuan.

Inovasi : Memadukan Kekayaan Alam, Kearifan Lokal dan Kecantikan

Buku ini mengurai 40 studi kasus dalam bidang pemasaran yang merupakan hasil riset intensif yang dilakukan ketiga penulis beserta tim. Mulai dari mempelajari berbagai publikasi oleh MTG, artikel-artikel terkait, survei pasar dan sederet wawancara dengan para tokoh dan aktivis dalam dan luar MTG. Sungguh sebuah buku yang secara serasi memadukan the state of the art dalam bidang pemasaran dengan best practices yang sukses dilakoni oleh MTG dalam 40 tahun kiprahnya dalam bidang kesehatan dan kecantikan.

Jamu atau Jamoe dipercaya sebagai singkatan dari Jampi Oesodho yang jika diterjemahkan bebas adalah doa agar sehat dan pulih dari sakit. Selain itu jamu ini khas karena merupakan ramuan yang bahan bakunya asli Nusantara. Dengan menelusuri asal muasal kata jamu maka kita yakin betul bahwa jamu adalah orisinil dari Nusantara dan merupakan pengetahuan yang diciptakan, dikembangkan, disempurnakan serta diturunkan oleh nenek moyang kita. Sempat kepercayaan dan tentunya pangsa pasar jamu turun akibat gempuran obat berbasis bahan murni (pure substance) dan impor pada pasar Indonesia. Selain itu sifat tak sabar, ceroboh dan ingin untung cepat dari segelintir oknum produsen jamu yang cenderung tidak mengindahkan kearifan yang diwariskan leluhur kita juga berkontribusi atas kehilangan kepercayaan jamu. Namun kegigihan tanpa lelah dan pantang menyerah para pejuang jamu kini telah membuahkan hasil, jamu telah kembali menjadi tuan rumah di dalam negeri bahkan mulai merambah pasar regional dan dunia. Bahkan jamu telah diakui sebagai bagian dari Traditional Complimentary Medicine (TCM) dan telah pula menjadi salah satu fokus perhatian PBB. Ada tentunya yang mengasosiakan jamu dengan Traditional Chinese Medicine karena sudah terlanjur populer bahwa pendekatan timur atau oriental itu berpunca pada Tiongkok.

Terinspirasi dari jamu ini, MTG mengambil nilai luhur dari jamu yaitu mengeksploitasi manfaat dari tumbuhan dan tanaman asli Nusantara. Bersamaan dengan itu, secara cerdik MTG menjadikan kaum hawa sebagai target pasar dari inovasi yang dilahirkan MTG, khususnya tentang kesehatan, kebugaran dan kecantikan yang senantiasa menjadi cita dari setiap kaum hawa. Keberanian MTG untuk tidak latah terhadap estetika yang datang dari barat maupun oriental yaitu dengan memilih tampilan khususnya warna-warni khas Nusantara ikut mendongkrak popularitas dan menjadikan produk inovatif MTG menjadi pilihan dan melekat dihati wanita Indonesia. Keayuan Nusantara menjadi ciri khas yang sengaja dipilih dan ternyata sukses. Dengan kacamata sempit sepertinya hanya ada tiga kunci keberhasilan dalam membesarkan bisnis MTG, yaitu bahan alam Indonesia, kaum wanita dan budaya atau nuansa Nusantara. Jika pendapat ini benar maka tentu akan banyak peniru dan pengikut yang akan tumbuh subur bahkan melampaui keberhasilan MTG. Walaupun tampaknya banyak yang berupaya namun pada kenyataannya hanya segelintir yang menjadi besar dan tumbuh berkelanjutan. Mereka tidak mampu melihat adanya faktor tersembunyi yang menjadi penggerak utama (prime mover) dari kesuksesan produk, kemasan dan pencitraan produk dan layanan MTG, yaitu INOVASI. Inovasi tanpa henti inilah yang menjadi daya dorong MTG untuk tumbuh berkesinambungan dan memimpin dalam ukuran market capitalization.Falsafah yang mendasari inovasi yaitu niteni, niroake dan nambahake (NB. N3 ini dicetus dan diajarkan oleh Kihajar Dewantara dan RM Kartono) menjadi modal dasar dalam sukses MTG.

Membaca buku yang mengulas dan mengupas sepak terjang Martha Tilaar di MTG ini mengasyikkan dan pasti akan memberi banyak pengetahuan serta ilmu bahkan inspirasi untuk berinovasi menjadikan Indonesia sebagai Zamrud Khatulistiwa. Lebih jauh, cerita dalam buku ini akan pula menumbuhkan semangat pada anak negeri untuk bangga dan dengan bermodalkan kekayaan alam serta pangsa pasar domestik menjadikan produk Indonesia berdiri kokoh dan kompetitif menghadapi tsunami globalisasi. MTG telah membuktikannya dan menjadikan Indonesia setara dengan bangsa-bangsa maju lainnya.

Womanology: The Art of Marketing to Woman. Strategi Pemasaran Memahami, Merayu dan Menaklukan Hati Wanita. Pengarang: Yuswohady, Dyah Hasto palupi dan Teguh Sri Pambudi. Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-6284-1. Cetakan Perdana September 2010 (http://ekonomi.kompasiana.com/group/marketing/2010/09/28)